Entahlah.. Politik memang penuh dengan menu kepentingan. Politik tidak bisa menyenangkan semua pihak, dan politik juga tidak mengenal sahabat yang abadi. Mencermati perpecahan di tubuh sebagian parpol pendukung capres yang sedang hangat diperbincangkan, baik yang mendukung Jokowi-JK maupun Prabowo-Hatta, masyarakat sedang disuguhkan tontonan komedi. Guyonan yang sama sekali tidak lucu.
Pertarungan kursi RI-1 adalah pertarungan figur, bukan pertarungan parpol apalagi para ulama-ulama yang lemah imannya sebagaimana aksi mereka berkumpul menyatakan sikap mendukung capres tertentu. Ulama sekarang banyak yang menyimpang dari tugas pokok mereka sebagai pembimbing dan panutan umat. Mereka lebih baik tidak masuk dalam lingkaran politik praktis apalagi menyamar jadi selebritis yang berpola hidup glamor.
Mesin kapal yang di usung oleh capres-cawapres musti tangguh dan dipenuhi banyak instrumen agar melaju dengan cepat ke titik finish. Untuk itu elemen-elemen lainnya perlu dihinggapkan ke mesin yang musti dimodifikasi dengan memperhitungkan berbagai aspek, seperti, kecepatan, akselerasi, keanggunan, serta daya tahan. Mesin tidak boleh cepat panas, oli-oli terbaik musti di siagakan, begitu juga dengan bahan bakarnya.
Siapun yang akan terpilih sebagai presiden-wakil presiden nantinya itulah putra-putra terbaik yang dimiliki bangsa ini. Pemimpin akan selalu sesuai dengan zamannya, itu yang musti kita percayai. Kita tidak boleh mudah terpengaruh dengan fitnah-fitnah yang di alamatkan baik itu kepada Jokowi dengan isu hitam dia keturunan cinanya, dibeking cukong, maupun isu prabowo yang nantinya jika terpilih akan mengekang demokrasi dan diduga terlibat pelanggaran HAM kasus 1998. Semua itu hanya isu yang selalu mengiringi setiap pesta demokrasi. Hal lumrah-lumrah saja dan tidak mencengangkan. Isu sengaja dihembuskan untuk membuat pencitraan buruk kepada masing-masing calon. Dan selama disebut isu, kita wajib untuk tidak mempercayainya karena minim verifikasi dan tidak memiliki data yang verified.
Perdebatan dikalangan politisi menyangkut capres cawapres terbaik tentu sudah menyimpang dari diskusi ranah intelektual. Mereka lebih tepat disebut salesman politik, sang penjual kecap yang selalu mengatakan kecapnya paling enak dan nomor satu dengan penuh keyakinan. Begitu juga dengan para pengamat politik yang mencurigakan itu.
Opini publik dituntun supaya tidak cerdas dengan isu-isu yang tidak bertanggungjawab baik yang di alamatkan kepada Prabowo maupun Jokowi, begitu juga dengan ucapan para pengamat politik yang dicurigai bertujuan menggiring opini publik kepada salah satu kandidat yang diseting dengan apik oleh media-media yang mereka kuasai. Masyarakat yang haus akan informasi seakan disuguhkan informasi yang tidak meyehatkan, ibarat orang haus dikasih air laut.
Pendidikan politik kepada masyarakat sejauh ini tidak sesuai dengan harapan. Media-media di kooptasi oleh tangan-tangan poltisi untu kepentingannya. Media yang diharapkan memberikan informasi sehat mencerdaskan khususnya dalam perihal pendidikan politik kepada masyarakat seakan turut berperang. Mereka saling serang di udara. Mereka melenceng dari kaidah jurnalis yang musti independent dan memihak kepada warga, bukan malah sebaliknya.
Catatan Oyong Liza Piliang