Entah karena akhir-akhir ini passion saya
menulis soal caleg dan serba-serbi Pileg 2014, hampir tiap hari ada saja
cerita yang mampir tentang caleg, yang unik dan menarik kadang miris
dan mengerikan seperti yang saya dengar pekan lalu dan saya tulis
kemarin di SINI. Jadi seperti ‘takdir’ saja saya “ketemu” dengan caleg, entah ketemu langsung atau lewat TV.
Siang ini saya mengantar Ibu yang hendak
mengambil pensiunnya di sebuah bank milik pemerintah. Memang tak setiap
bulan Ibu mengambil pensiunnya. Hari ini, ketika kami masuk, security
bank langsung memberitahu bahwa bank sedang offline dari pusat sejak 2 jam lalu. Apa boleh buat, kami sudah terlanjur sampai, ya ditunggu saja sampai sistem online kembali. Beberapa teller tetap siaga di desk masing-masing dan hanya melayani transaksi yang tak memerlukan data online.
Saya bersama Ibu duduk di deretan kursi nasabah paling depan, agar Ibu saya mudah melangkah saat dipanggil.
Tiba-tiba masuk seorang wanita umurnya sekitar
empat puluhan tahun, memakai blazer hitam dengan logo parpol di dada
kiri. Deg! Seketika insting saya langsung memerintahkan mata untuk
memelototi sosok di depan saya. Apa daya, wajahnya membelakangi saya.
Tapi saya ingat itu logo partai apa. Tiba-tiba kerudung yang menutupi
kepalanya menarik perhatian saya. Warna biru tua polos, tapi di kedua
ujungnya ada kotak berisi nama dan nomor urut. Omaigat! Ini kan
caleg yang poster-poster, spanduk dan balihonya banyak tersebar di
sepanjang jalan yang saya lewati dari rumah ke kantor. Mengenakan celana
panjang biru tua, tunik bermotif kecil-kecil dengan motif warna biru
tua, dilapisi blazer biru tua berlogo Nasdem, plus jilbab lengkap dengan
nama dan nomor urut partai. Tak salah lagi! Ini pastilah dia, saya
hapal namanya, meski tak hapal nomor urutnya.
Wanita itu langsung menuju ke teller di depan
saya sambil dan si mbak teller juga tersenyum menyambutnya, berdiri dan
setelah itu rupanya si teller sibuk menghitung uang dengan mesin
penghitung. Mungkin transaksi pengambilan tunai itu sudah di-indent
sebelumnya, jadi uang sudah tersedia. Teller lalu mengangsurkan segebok
uang – benar-benar segebok loh! – dan si caleg segera memasukkan ke
dalam tasnya. Sempat saya lihat gebokan uang itu dalam pecahan kecil,
maksudnya bukan pecahan lima puluh ribuan atau ratusan ribu. Segera
setelah menerima uang dan memasukkan ke tas-nya, si caleg segera berlalu
dari bank.
Saya terlongong bengong. Uang sebanyak itu
kenapa tidak dalam ratusan ribu atau lima puluhan ribu saja, kan lebih
praktis? Ah, tapi siapa tahu dia butuh uang pecahan dengan nominal tidak
sebesar itu? Hehehe… Mendadak saya ingat running text yang saya baca di sebuah TV swasta, sejak beberapa bulan lalu, PPATK sudah menemukan banyak transaksi mencurigakan yang dilakukan para caleg, jelang Pemilu 2014. Yah,
semoga saja para caleg tidak mengandalkan politik uang demi meraih
suara ke kursi parlemen. Dan saya berbaik sangka saja dengan ibu caleg
yang saya lihat tadi.
Yang lain lagi, ketika seperti biasa saya nonton berita pagi. Terkadang saat di satu channel sedang iklan, saya pindah channel lain, ternyata sedang menayangkan infotaiment.
Mata saya terpaku sejenak, karena merasa “kenal” sekali dengan seorang
perempuan berwajah bulat dengan kepala dibungkus topi yang menurut saya
lucu, seperti ada ujungnya lancip ke atas. Saya pun urung mengganti lagi
channelnya. Saat itulah ada teks nama si wanita tersebut. Nah lho! Pantesan saya “kenal banget”
dengan wajahnya, ternyata itu caleg yang baliho dan posternya banyak
bertebaran di sekitar komplek rumah saya dan seantero kota, dia caleg
DPR RI, dari Nasdem.
Saya perhatikan baik-baik wajahnya, artis bukan, lalu kenapa dia masuk infotainment?
Teks yang tertulis disitu menyebutkan dia sahabat Farhat Abbas. Dari
narasi yang mengiringi infotainmet, saya ambil kesimpulan di caleg ini
dulunya sahabat baik bahkan orang kepercayaan Farhat Abbas. Tapi kini
entah kenapa berbalik saling serang dengan FA. Haduh, jangan-jangan
sama-sama sedang menaikkan popularitas, maklum si Farhat kan juga sedang
nyaleg dari Demokrat.
Saat makan siang, saya ngobrol santai dengan 2
teman kantor, yang satu warga asli kota ini (sebut saja ibu A), yang
lain bukan tapi sudah belasan tahun tinggal disini (sebut saja ibu B).
Saya mengawali rumpian dengan cerita soal caleg yang belakangan muncul di infotainment berselisih dengan Farhat, yang menurut saya menggelikan. Eeh…, spontan ibu B nyeletuk, “Ooh…, caleg yang itu ya? Itu kan orang daerah rumah saya bu Ira. Itu temannya si A”. Lalu Ibu A pun bertanya kami lagi ngomongin siapa. Ibu B kemudian menyuruh ibu A untuk search di Google image dengan kata kunci Farhat Abbas dan nama si caleg. Ibu A mengambil tabletnya, lalu mulai search.
Benar saja, foto-foto yang muncul memang foto si
caleg tersebut dengan topi khasnya. Ibu A menunjukkan pada saya, apa
benar orang itu yang saya maksudkan. Benar! Ibu A bilang, dulu si caleg
itu memang teman sekolahnya (saya lupa teman SMP atau SMA). Pemilu 2009
dia nyaleg dari parpol Hanura tapi gagal alias tak kebagian
kursi. Pemilu kali ini dia pindah kendaraan. Oalaaah…, belum jadi sudah
kutu loncat. Mencoba peruntungan dari pemilu ke pemilu, tiap ada parpol
baru diikuti. Jadi ragu dengan idealismenya, visi dan misinya. Apalagi
sekarang berselisih dengan FA, kurang keren ah! Mbok ya
berselisih dengan Rizal Ramli gitu loh, kayak Pak SBY. Kalau pemilu
tahun ini gagal lagi ke Senayan, kira-kira 5 tahun lagi dia ganti parpol
apa ya?
Ira Oemar