Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com) |
Akhirnya, Rudy Rubiandini pun mulai berani
menyebut nama saat jadi saksi dalam sidang Simon Gunawan Tanjaya, staf
Kernel Oil. Tak tanggung-tanggung, nama yang disebutnya meminta THR
adalah Ketua Komisi VII DPR RI : Sutan Bhatoegana. Tak hanya Sutan Bhatoegana, rekan se Fraksinya – Fraksi Demokrat – Tri Yulianto juga ikut disebut. Bahkan kini KPK sudah mencekal staf ahli Bhatoegana, Ir. Iryanto Muchyi, MM
yang saat ini juga sedang menjadi caleg Partai Demokrat. Kalau KPK
sudah mencekal seseorang terkait kasus korupsi yang sedang disidik,
tentu tidak dilakukan dengan ngawur.
KPK pasti punya alasan kuat kenapa
seseorang harus dicekal.
Sutan Bhatoegana tentu saja membantah dia
meminta apalagi menerima dana THR sebesar USD 200.000. Itu hanya ulah
pihak yang tidak suka dan ingin menjatuhkan Partai Demokrat, kilah
Bhatoegana. Tentu sah-sah saja SB membantah keras untuk membela diri.
Rudy Rubiandini pun tentunya tak main-main menyebut nama orang dalam
persidangan di bawah sumpah. Kalau dia berbohong, dampaknya akan
mempersulit dirinya sendiri. Sebab Rudy bukanlah orang bebas, dia adalah
tersangka lain dalam kasus yang sama dengan Deviardi. Jadi kalau RR
memberikan kesaksian bohong, akan memperberat hukumannya.
Lalu, kira-kira siapa yang benar dan siapa yang
berbohong?
Kita lihat saja nanti, bagaimana perkembangan kasus ini di
persidangan. Hari ini KPK akan memeriksa Menteri ESDM Jero Wacik – yang
kebetulan juga kader Partai Demokrat – dalam kaitan dengan kasus korupsi
di tubuh SKK Migas. Pak Jero tentu tak bisa sembarangan lagi menyebut
uang yang ada di ruang kerja Sekjen ESDM sekedar uang operasional.
Selain jumlahnya cukup fantastis, bentuknya dalam mata uang US dolar dan
jangan lupa pula : nomor serie uang yang ditemukan di ruang Sekjen ESDM
itu berurutan dengan uang yang ditemukan di tempat Rudy Rubiandini.
Tentu ini bukan kebetulan.
Kembali ke Sutan Bhatoegana, yang membantah
keras dengan ekspresinya yang khas : mimik muka meyakinkan dan nada sara
meletup-letup. Tapi kita mungkin belum lupa,pada Juni 2011 lalu, publik
juga dipertontonkan cerita “seru” dan meyakinkan dari Sutan Bhatoegana.
Kala itu kasus suap Wisma Atlet sedanga panas-panasnya, karena
Nazaruddin kabur ke Singapura sehari sebelum dicekal KPK. Rekan-rekan
separtainya saat itu membela Nazar dengan alasan Nazar sedang
berobat/periksa jantung di sebuah RS di Singapura. Desakan publik
membuat Partai Demokrat akhirnya mengirim utusan untuk – kabarnya –
membujuk Nazar agar kembali ke tanah air.
Utusan Partai Demokrat ke Singapura dipimpin Sutan Bhatoegana
yang saat itu dianggap dekat dengan Nazaruddin. Didampingi beberapa
fungsionaris Demokrat, Sutan pun menemui Nazar di Singapura.
Hasilnya?! Sepulang Sutan dkk dari Singapura, Partai Demokrat menggelar konferensi pers resmi. Didampingi Anas Urbaningrum selaku Ketua Umum dan Edhie Baskoro Yudhoyono sebagai Sekjen, Sutan Bhatoegana menjelaskan bahwa Nazar saat itu sedang sakit dan masih dalam perawatan. Berat badan Nazar turun 18 kg, jalannya agak membungkuk, saat berbicara sambil terbatuk-batuk dan selalu memegangi dadanya.
Padahal waktu itu Nazar baru 3 mingguan kabur, sudah turun 18 kg, wow!
Pasti “sakit”nya cukup parah dan mestinya tampak sangat kurus.
Bhatoegana bahkan menjelaskan bahwa Nazar berniat kembali ke Indonesia
kalau pengobatannya sudah selesai, tak lama lagi.
Perkembangan selanjutnya, fakta menunjukkan bahwa
Nazar tak pernah kembali. Kalaupun ia kemudian dipulangkan ke tanah air,
itu karena tertangkap tak sengaja oleh polisi Kolumbia dan kemudian
dideportasi. Ia ketahuan memakai paspor milik kerabatnya. Ditangkapnya
Nazar di Kolumbia setelah ia melakukan serangkaian pelarian ke beberapa
negara, bukan dalam rangka berobat. Saat ditangkap pun sama sekali tak
tampak Nazar seperti orang yang sakit parah. Televisi Kolumbia yang
menyiarkan saat-saat awal setelah Nazar ditangkap – yang kemudian
disiarkan televisi Indonesia – jelas menunjukkan Nazar sehat walafiat, tubuhnya sama sekali tak kelihatan susut.
Kalau jalannya sedikit membungkuk, itu karena postur Nazar yang cukup
tinggi dan itu sudah kebiasaan Nazar. Dia tampak berbicara dengan Dubes
RI untuk Kolumbia dengan santai, tak terkesan terganggu batuk.
Pasca penangkapan Nazar di Kolumbia, pers
nasional kemudian meminta keterangan Sutan. Kenapa Nazar tampak sehat
walafiat dan bobot tubuhnya tak tampak susut. Tapi Sutan dengan sedikit
ngotot – meski tak sengotot awalnya – tetap berkilah bahwa Nazar memang
turun 18 kg berat badannya saat dia bertemu di Singapura. Nah lho! Sudah
ketahuan berbohong masih bisa ngeyel dengan mimik muka
meyakinkan. Kalau kata pepatah lama : sekali lancung ke ujian, seumur
hidup orang tak percaya. Jadi, karena publik sudah pernah punya
pengalaman disuguhi cerita rekaan yang meyakinkan oleh Sutan Bhatoegana,
ada baiknya sekarang kita tak percaya begitu saja sanggahan Bhatoegana.
Let’s wait and see, semoga Rudy Rubiandini mau menceritakan
semua fakta kemana aliran uang dari Kernel Oil dan siapa saja yang
kecipratan uang itu.
Jangan mau konyol pasang badan untuk politisi yang
ikut menikmati tapi selamat dari jerat hukum. Untuk Pak Sutan, lebih
baik bersiap diri menghadapi kemugkin terburuk, dari pada terus
berkilah.
Catatatn Ira Oemar