Dari pantauan dilapangan, ada beberapa kebijakan kontroversi yang diterapkan oleh Dra. Arrahmi semenjak menjabat kepala sekolah SMAN 4 Pariaman, bahkan hal tersebut sempat diekspos oleh beberapa media massa , baik harian maupun mingguan lokal.
Diantaranya ; walimurid dihebohkan dengan “pungli” yang mewajibkan siswa untuk membayarkan “uang computer”, padahal Pemko Pariaman menyerukan bebas pungutan wajib belajar 12 tahun untuk warga.
Kebijakan yang lebih konyol lagi dibuat bersama dengan komite sekolah. Secara implisit jika ditelaah dengan nalar sungguh disebut sebagai “kriteria konyol”. Sebagai kepala sekolah, Dra. Arrahmi dan disepakati oleh komite sebagai ketuanya, Armaizal S.Sos membuat beberapa point kesepakatan tentang “persyaratan mutasi siswa”.
Adapun serta bagaimanapun “persyaratan mutasi siswa” yang disepakati ini, nyata secara implisit telah berani menentang progam wajib belajar 12 tahun yang dicanangkan oleh pemerintah pusat, akibatnya berdampak akan munculnya diskriminasi terhadap seluruh pelajar yang ingin melanjutkan sekolahnya ke SMAN 4 Pariaman. Pada point A, adapun salah satu syaratnya ; memiliki nilai rapor minimal 5 angka diatas batas KKM pada semester 1 dan 2.
"Diskriminasi" yang dimunculkan telah dirasakan oleh seorang siswi berprestasi yang ingin pindah sekolah dari luar daerah.
Kronologinya, sebut saja Ade, Ade merupakan seorang siswi berprestasi disekolahnya saat ini duduk dibangku kelas XI, Ade selalu mendapat peringkat kelas pada semester 1 dan 2 sewaktu duduk dikelas X, dimana guru kelasnya menyatakan bahwa nilai rapor Ade merupakan salah satu yang terbaik diantara yang lain. Siswi ini tadinya adalah tamatan SMPN 7 Pariaman yang mempunyai rayon di SMAN 4 Pariaman, berhubung terkendala dengan kondisi ekonomi, Ade memutuskan untuk sekolah di Jambi dan tinggal bersama dengan kakaknya yang pada saat itu mampu membiayai sekolah Ade. Kakak Ade berprofesi sebagai pedagang.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, seiring prestasi yang diperoleh disekolah, lagi-lagi tidak didukung oleh faktor ekonomi yang selalu menjadi kendala. Naas, sang kakak pun bangkrut, Ade kesehariannya membantu sang kakak berdagang sebelum berangkat sekolah dan sepulang sekolah kini tak lagi seperti saat itu. Ade pun bersama sang kakak memutuskan untuk pindah ke kampung halaman, Desa Naras 1, Pariaman Utara. Dan ingin melanjutkan sekolah ke SMAN 4 Pariaman yang berada di Desa Naras Hilir.
Tapi apa daya, “peraturan itu” mengikat Ade untuk tidak bisa melanjutkan sekolahnya di SMAN 4, pasalnya peraturan yang dibuat kepala sekolah dengan komite yang tidak mampu memberikan pertolongan terhadap warganya sendiri menimbulkan kekecewaan. Pada poin tersebut dibunyikan memiliki nilai rapor minimal 5 angka diatas batas KKM pada semester 1 dan 2.
Namun juga tidak dipungkiri, meskipun nilai rapor Ade merupakan yang terbaik disekolahnya, tetapi masih saja ada beberapa nilai yang menjadi kendala untuk kepindahannya di SMAN 4, Ade pada semester 1 memiliki nilai Sosiologi dan Matematika dibawah kriteria nilai yang dibuat oleh sekolah SMAN 4 yakni 70 dan 74, sedangkan pada semester 2 Ade hanya terkendala dengan nilai pelajaran Ekomoni dengan nilai 74. seharusnya, dalam kebijakan baru yang dibuat SMAN 4 nilai minimal adalah 75.
“Harusnya, kepala sekolah beserta dengan komite mampu mengingat dan menimbang dalam memutuskan sebuah kebijakan baru di sekolah, dengan objek seperti Ade, beberapa hal yang harus menjadi rujukan oleh sekolah, yakni, siswa berperingkat (prestasi), dan domisili pelajar yang akan memasuki sekolah. Dan itulah tugas pokok seorang guru, mendidik muridnya dari tidak bisa menjadi bisa, kalau ini kan tidak, SMA ini hanya menerima siswa pintar, kalau siswa itu pintar mau ngapain lagi dia kesekolah, padahal Ade ini sudah diakui walikelasnya mempunyai nilai tertinggi disekolahnya, logika bodohnya saja kan seperti itu, bahwa SMAN 4 Pariaman sengaja tidak mau menerima murid pindahan dan jelas peraturan itu tidak bisa ditetapkan, harus dihapus karena tidak efektif dan telah menentang undang-undang wajib belajar 12 tahun,” Ungkap Adi, seorang aktifis peduli dunia pendidikan dan menjabat sebagai Ketua Lembaga Investigasi Tindak Pidana Korupsi (LI-TPK) Propinsi Sumatera Barat.
Dia melanjutkan, dalam aturan baku hukum tatanegara ihwal pengesahan sebuah peraturan harus diuji kelayakan dahulu, seberapa efektifkah peraturan tersebut dan berapa besar dampak yang diciptakan, apabila sebuah peraturan yang dibuat oleh pemerintah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, contoh, jika sebuah perda (peraturan daerah) bertentangan dengan peraturan gubernur (pergub), maka perda tersebut dinyatakan batal.
Rahmi yang dikonfirmasi tetap merujuk pada peraturan tersebut.
“Silahkan saja lihat di dinding itu, kan sudah ada itu untuk syarat siswa yang ingin pindah,” ucapnya singkat tanpa basa-basi sambil menunjuk dinding tempat persyaratan tersebut ditempelkan.
Senada dengan komite. Armaizal yang merupakan putra daerah setempat sepakat dengan Kepala Sekolah.
“Ya, itulah peraturannya, meskipun baru dibuat oleh inisiatif sekolah sendiri dengan kesepakatan komite, ya.. itulah adanya,” ujarnya ringkas.
Menanggapi hal tersebut Adi Ketua Lembaga Investigasi Tindak Pidana Korupsi (LI-TPK) SUMBAR berencana akan melaporkan
“Apabila peraturan yang dibuat SMAN 4 itu terbukti merugikan publik dan menentang peraturan pusat, maka itu akan kami laporkan. Peraturan yang diciptakan kepala sekolah dengan komite itu jelas tidak punya pertimbangan,"
"Itu telah memenuhi unsur diskriminasi, apalagi dilihat dari kronologisnya, tidak ada alasan bagi sekolah untuk tidak menerima Ade yang jelas-jelas adalah warga disekitar sekolah,"
"Padahal, niniak mamak (pemuka masyarakat) setempat memprioritaskan tanah ulayat yang dihibahkan demi pembangunan gedung sekolah ini tentu gunanya sebagai destinasi anak cucunya bersekolah nantinya. Kepala sekolah bersama dengan komite bisa dituding oleh masyarakat telah melakukan "pembodohan publik" karena peraturan dibuat merugikan mereka” tandas Adi mengakhiri.
Ikhlas Darma Murya
(Pariamantoday adalah Media Citizen Journalism, setiap berita akan kami edit baik isi maupun judul agar tidak bertentangan dengan 9 elemen Jurnalis dan UU ITE. Berita yang dikirimkan adalah tanggungjawab pengirim.)