Sejak memutuskan untuk menyalonkan diri sebagai walikota Pariaman 2013-2018, ada banyak informasi lapangan masuk ke saya. Ada yang mengatakan bahwa saya akan dipecat oleh Partai Golkar, karena melanggar Peraturan Organisasi. Ada juga yang menyebut bahwa hubungan saya dengan petinggi Partai Golkar memburuk. Alhamdulillah, semua berjalan baik-baik saja.
Ketika mengambil jalur perseorangan, saya menyadari satu persoalan bahwa saya telah melanggar Peraturan Organisasi Partai Golkar. Namun, sebagaimana galibnya sebagai peneliti, saya sudah membaca baik-baik keseluruhan aturan. Secara politik, Partai Golkar memang sudah mengusung Helmi Darlis dan Mardison Mahyuddin sebagai calon walikota dan wakil walikota Pariaman. Masalahnya, Helmi Darlis sama sekali tidak ikut mendaftarkan diri lewat penjaringan internal Partai Golkar. Di luar itu, Helmi Darlis adalah kader Partai Keadilan Sejahtera.
Perdebatan saya dengan Ketua Umum Partai Golkar memang berujung kepada kesimpulan bahwa saya diminta fight sebagai calon anggota DPR RI. Semula, tawaran itu bagi saya sudah merupakan keputusan yang tepat. Namun, mengingat kereta dan manajemen pemenangan saya sudah berjalan di Kota Pariaman, saya mengambil keputusan berbeda, yakni maju via jalur perseorangan. Dan saya puas dengan perdebatan saya, serta tetap hormat dengan keputusan Partai Golkar.
Terus terang, ada beberapa partai politik yang menawarkan perahunya untuk saya pakai. Namun, saya menjawabnya dengan baik bahwa saya tidak ingin melanggar etika politik. Biarlah jalur perseorangan yang jalurnya lebih sulit saya tempuh, dengan ikhtiar yang tulus. Saya juga tidak menempuh jalur hukum atas pelanggaran prosedur atas Peraturan Organisasi yang terjadi: betapa kandidat yang diusung Partai Golkar sama sekali tidak mendaftarkan diri dalam penjaringan internal, sebagaimana 20 kandidat lain. Di luar itu, kandidat yang diusung Partai Golkar bukanlah kader Partai Golkar, melainkan kader PKS. Langkah saya maju via jalur perseorangan adalah bagian dari win win solution, istilah populernya.
***
Toh hubungan saya dengan Partai Golkar tetap baik. Ketua Umum DPP Partai Golkar Ir Aburizal Bakrie memiliki satu hak yang bisa dipakai, yakni hak diskresi (pengecualian). Hak itu telah dipakai dalam sejumlah keputusan, terutama dalam menentukan calon anggota legislatif yang sama sekali tidak memenuhi syarat yang berat. Dengan hak diskresi itulah Ketua Umum DPP Partai Golkar bisa tetap mengizinkan saya maju di Kota Pariaman, tanpa harus menggunakan atribut partai.
Di luar proses pencalonan saya, saya tetap adalah kader Partai Golkar. Berulang kali saya terlibat dalam rapat-rapat, menyelesaikan sejumlah masalah yang terkait dengan organisasi, memberikan training atau pelatihan kepada kader Partai Golkar, maupun masukan-masukan di media massa terkait posisi partai. Di luar itu, dalam kasus Dewan Perwakilan Daerah RI, calonnya boleh berasal dari partai politik. Mungkin karena itu juga Partai Golkar menyalonkan Emma Yohana sebagai kandidat Walikota Padang, padahal berasal dari DPD RI.
Dalam kapasitas sebagai kader, tentu saya akan berusaha untuk mengingatkan partai untuk mengubah salah satu klausul dalam Peraturan Organisasi. Bahwa kader bisa saja maju via jalur perseorangan, tanpa harus menanggalkan jabatan struktural di tubuh partai. Kalaupun harus mendapatkan sanksi, bisa saja menanggalkan jabatan untuk sementara, dengan cara tidak aktif. Detil persoalan ini perlu diputuskan dalam Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar. Toh partai juga bisa menerima (lagi) kehadiran sejumlah nama yang sebelumnya sudah pernah dipenjara.
Sebagai induk bagi para kader, Partai Golkar perlu menegaskan lagi masalah ini. Tentu, diluar hak diskresi yang dimiliki oleh Ketua Umum Partai Golkar. Agar jangan sampai masalah ini menjadi santapan isu politik yang tidak perlu. Bagi saya, diluar kewajiban yang diberikan seorang kader, maka hak kader juga perlu diperhatikan menyangkut pilihan-pilihan politik yang rumit. Dari sinilah saya melihat kedewasaan dan kearifan politik Ketua Umum Partai Golkar. Bang Ical sama sekali tidak menempatkan saya sebagai kader yang melakukan kesalahan, melainkan kader yang berusaha menyumbangkan bagian terbaik dari karier politiknya berdasarkan pilihan yang tersedia.
***
Tentu tugas saya berikutnya adalah memenangkan kompetisi dan kontestasi. Dan alhamdulillah, berdasarkan dua kali hasil survei, kinerja seluruh tim, relawan, simpatisan dan pendukung IJP JOSS di Kota Pariaman menunjukkan hasil positif. Elektabilitas IJP JOSS perlahan merayap ke posisi teratas. Walau masih mungkin digoyang, tentu kerja keras seluruh timlah yang nanti memelihara jalur kemenangan. Kemenangan ini penting sebagai bagian dari catatan betapa suara rakyat benar-benar tercermin dari pilihan yang dilakukan.
Walau tidak dipublikasikan, kalangan internal Partai Golkar mendukung saya secara diam-diam. Dukungan itu berupa ucapan, sapaan, bahkan sampai dukungan dana. Walau tidak besar, dukungan itu melegakan hati saya, betapa saya bukanlah kader yang diluar dan dibiarkan berjuang sendirian. Saya tetaplah bagian dari keluarga besar Partai Golkar, walau berada di jalur perseorangan yang begitu berliku jalannya.
Sebagai bentuk dari keseriusan, sebagaimana dipesankan Ketua Umum DPP Partai Golkar, saya memang sudah habis-habisan di lapangan. Sama sekali tidak lagi sempat untuk mengurus kantor atau mencari penghasilan. Saya juga semakin jarang bertemu dengan keluarga, bahkan bisa sampai beberapa hari tidak mendengarkan suara anak saya di telepon. Pengorbanan yang sama sekali tidak ringan. Keluarga saya juga sudah mempersiapkan diri, bahkan dalam minggu ini menemani saya di Pariaman.
Tentu banyak pertanyaan, apakah saya akan tetap bertahan di Partai Golkar, menang atau kalah? Jawaban saya pasti, saya tetap bagian dari Partai Golkar dan bersama partai ini dalam menuju etape-etape demokrasi berikutnya. Biarlah waktu yang akan mencatat, apakah pilihan atau langkah politik saya bagian dari ikhtiar yang tepat atau sebaliknya. Keteguhan memegang sebuah ikhtiar bagi saya adalah bagian dari kontribusi dan jejak politik saya selama ini. Dan mudah-mudahan memang itulah yang akan dicatat nanti, apapun warna tintanya.
Catatan Indra Jaya Piliang