Pernyataan Komisioner Komnas HAM yang hadir di acara ILC TV One pada hari Selasa,16 April 2013 tentang HAM sangat menyesatkan publik. Pengertian pelanggaran HAM diartikan sempit seolah pelanggaran HAM hanya bagi penyelenggara negara terhadap masyarakat sipil,sedangkan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh preman terhadap masyarakat sipil diatur dalam Undang Undang Hukum Pidana. Untungnya Karni Ilyas sebagai pemandu acara ILC menyatakan,bahwa masalahnya masyarakat sipil kalau membunuh tentara/polisi di Indonesia hukumannya sangat ringan tidak sebanding dengan hukuman yang ada pada negara-2 maju.
Komnas HAM yang diwakili oleh salah satu komisionernya tersebut memberikan citra buruk,betapa HAM di Indonesia yang mau meniru negara maju tetapi tidak diimbangi dengan perangkat hukum yang juga sama dengan negara-2 maju ; Akhirnya yang terjadi adalah penindasan terhadap masyarakat sipil menggunakan preman-2 yang dikelola oleh oknum-2 penyelenggara negara,seperti ormas-2 yang dibentuk dengan tujuan yang tidak jelas (karena ada ormas yang mengatas-namakan agama,adat dan perkumpulan mantan-2 purnawirawan militer/polisi tetapi tingkah laku dan perbuatannya sama dengan preman-2 yang ditembak mati di Lapas Cebongan Sleman oleh 11 anggota Kopassus)
Akibat dari pengertian HAM secara sempit tersebut,maka banyak pelanggaran HAM sebenarnya dilakukan oleh masyarakat sipil yang notabene hanya dijerat dengan Hukum Pidana yang terlalu ringan hukumannya. Masyarakat sipil yang mempunyai kekuatan dalam hal fisik (karena beraninya keroyokan), dilindungi dan dibentuk oleh oknum-2 tertentu yang masih aktif atau sudah menjadi mantan dari penyelenggara negara tersebut menindas rakyat sipil secara tidak bertanggung jawab. Menebar ketakutan / teror, bahkan sampai menghilangkan nyawa orang. Hukuman yang diberikan (bila tertangkap dan terbukti salah) hanya dijerat dengan pasal-2 hukum pidana yang diakhiri dengan vonis ringan. Mereka kalau bebas dari penjara akan melakukan lagi kejahatan dengan lebih sadis.
Komnas HAM kurang jeli dan tidak berpihak pada rakyat kebanyakan. Justru terkesan dalam kasus tewasnya 4 tahanan di Lapas Cebongan Sleman ketara sekali Komnas HAM mencari-cari kesalahan pelanggaran HAM,bukan bukti materi kenapa hal itu sampai terjadi. Memandang masalah hanya searah dan mengartikan Undang Undang HAM secara sempit akan berbahaya dan membuat para preman menjadi besar kepala dan merasa dilindungi. Apalagi pernyataan dari pihak POLRI yang diwakili oleh Kepala Divisi HUMAS POLRI membuat masyarakat sipil bertambah takut dengan premanisme,sebab KaDiv Humas Polri memberi pernyataan terkesan hanya menangkap preman bila terbukti melakukan pelanggaran pidana. Padahal keberadaan mereka jelas dan ada secara kasat mata,menebar teror dan bahkan bisa berbuat untuk menghilangkan nyawa orang. Tetapi mereka ditangkap bila hanya terbukti melakukan tindak kejahatan.
Bayangkan saja,sebuah organisasi atau sekumpulan orang yang menebar teror dan mempunyai kecenderungan membunuh orang dibiarkan berkeliaran tanpa bisa diawasi secara permanen oleh Polri,tetapi dibiarkan saja keberadaannya…? Ini merupakan pelanggaran HAM yang sangat serius dan mempunyai implikasi luas dalam penegakan HAM di Indonesia. Akhirnya semua penyelenggara negara yang aktif menyiasati dengan menggunakan preman untuk menakut-nakuti rakyat,karena mereka tidak mau dijerat dengan UU HAM,tetapi UU Hukum Pidana yang hukumannya sangat ringan.
Komnas HAM harus melihat masalah HAM di Indonesia dengan lebih jeli dan mendalam,bukan melulu berdasarkan apa kata UU HAM yang dibuat hanya untuk menyuburkan premanisme di Indonesia.
Sebab premanisme sesungguhnya jauh lebih berbahaya daripada pelanggaran HAM yang dilakukan langsung oleh penyelenggara negara,terbukti para preman yang keluar dari penjara tetap saja melakukan kejahatan demi kejahatan karena merasa mendapat perlindungan HAM dari Komnas HAM (disadari atau tidak disadari?)
Mudah-2an tulisan ini membuka mata hati Komisioner HAM,kenapa rakyat membela Kopassus yang telah menembak mati 4 orang preman di Lapas Cebongan Sleman….!
catatan Mania Telo Freedom Writers Kompasianer