Dalam beberapa kesempatan, baik bertemu lingkungan
mahasiswa di berbagai kota, atau sekadar kongkow dengan beragam
komunitas, termasuk di twitter, acap saya katakan presiden RI 2014,
sosok muda direstui alam. Bila di media sosial twitter, beberapa follower merespon cepat, mereka bertanya: Alam mana, alam gaib gitu? Ada nada ngeyek.
Bagi mereka tak ngeyel, pertanyaan mereka lain lagi, siapa kira-kira orangnya?
Dalam konteks menjawab siapa orangnya itulah, saya menulis opini ini.
Pekan lalu jagad politik Indonesia tersentak
menyimak penangkapan Presiden Partai Keadialan Sejahtera (PKS), Lutfi
Hasan Ishaaq (LHI). Sosoknya dikenal sebagai ustad, ditengarai menjadi bagian suap, kolusi pengadaan impor daging. Sosialisasi awal, dia ditangkap tangan menerima uang. Faktanya, penangkapan terhadap oknum menjalin komunikasi dengan LHI. Ia diganti. Cigin pula penggantinya tahu-tahu Anis Matta, pria kelahiran 7 Desember 1968.
Bagi saya presiden kita 2014 nanti adalah sosok kelahiran tahun 60-70an. Bisa jadi usianya se-anis-matta. Akan tetapi apakah dia?
Kita butuh pemimpin muda baru demi menghindarkan diri gagal sebagai negara. Sosok muda itu mesti
cerdas hati dan cerdas sosial. Lebih jauh ia harus siap kere materi.
Kecerdasan hatinya mengantarnya selalu pada kebenaran. Kenyataan ini
kini minim, karena banyak sosok-sosok hebat di pasaran pintar-pintar tidak pada benar.
Itu penjabaran sosok direstui alam itu.
Pertanyaan ulang apakah Anis direstui alam itu?
Sepak terjang bersangkutan saya amati sejak reformasi. Termasuk dulu bagaimana ia bulak-balik ke kantornya Fuad Bawazier. Saya bersahabat dengan akuntan Fuad.
Sebagaimana ditulis indonesiatoday.com, mengutip TL saya di twitter 5 jam sebelum Anis terpilih: jika Anis
Matta naik jadi pimninan PKS, maka indikasi tangan Amerika Serikat
berada di belakang mentasnya. Mengapa? Sulit untuk menjelaskan hal ini
ke publik, karena dalam kapasitas saya sebagai private investigator dan jaringan kecil kami, Presstalk, mengindasikan kuat hal itu.
Dugaan saya ihwal USA di belakang Anis itu seakan
mendapatkan jawaban dari hal remah. Lantang sekali Anis Matta berujar,
“PKS akan naik sebeperti logo Nike.” Kalimat itu ia lanjutkan bahwa
jangan seperti Shukoi, naik tinggi jatuh menabrak gunung. Sebuah
perumpamaan masuk akal. Namun berbeda dari sudut pandang saya. Berdasar
subjektif pengamatan, kalimat itu menegaskan latar bersangkutan dan ke
mana arah acuannya. Sehingga bagi saya, walaupun Anis sosok muda, ia
bukanlah nominasi saya untuk presiden 2014.
Bila ditelisik rentang usia, Anas Urbaningrum, masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat kini, setahun lebih muda dari Anis Matta. Anas lahir 15 Juli 1969. Lantas
berdasarkan usia apakah Anas presiden kita 2014? Saya tahu pasti bahwa
ia mengumpulkan energi untuk maju menjadi Capres 2014. Namun
hakkul yakin saya, indikasi masalah hukumnya di kasus Hambalang,
sekadar satu contoh dari beberapa indikasi yang bakal menghadangnya,
telah membuat peluangnya hilang. Dan kita tak perlu bahas lagi.
Justeru sosok yang layak disimak sebenarnya
seperti Ganang Soedirman, kelahiran 1966. Saya pernah memiliki situs
internet bertajuk www.partaionline.org.
Melalui situs itu pada 2009 kami menangguk calon-calon presiden dari
lalu-lintas komunikasi online. Ganang, cucu pertama Panglima Besar
Soedirman itu, terpilih menjadi Presiden RI, tentu hanya atas polling di partaionline.org. Bagi mereka kenal Ganang, akan tampak penampilan sosok muda bersahaja, tidak pernah meninggalkan shalat. Ia pernah mengalami peristiwa mati suri dan hidup kembali, itulah menjadi alsannya tak lagi meninggalkan shalat.
Pilihan kata Ganang, tak
ubahnya diksi Panglima Soedirman. Ia pernah memerankan Panglima
Soedirman di serial sinetron dan layar lebar Panglima Soedirman. Kini, Ganang kemungkinan besar akan memegang tampuk Ketua Partai Nasional Demokrat (NASDEM) Yogyakarta. Dalam kerangka subjektifitas saya, maka jika saja Partai Nasdem cerdas hati dan sosial, seyogyanya Ganang mereka jadikan Capres. Dan ikon Soedirman selama ini tak pernah mentas ke politik bisa mereka pakai resmi.
Sosok berikutnya Komarudin Watubun. Pria kelahiran tahun sama dengan Anis Matta, 1968 di
Kepulauan Kei, Maluku Tenggara ini, adalah Wakil Ketua DPR Papua.
Dengan ditahannya Ketua DPR Papua kini, yakni Jhon Ibo, Komar - - begitu
ia disapa - - menjalankan fungsi ketua. Sosoknya bersahaja. Kendati di PDIP Pusat jabatannya Ketua
Bidang Organisasi dan Pemerintahan, setiap beranjangsana ke
daerah-daerah, ia tak pernah mau diberi pelayanan olah pengurus daerah.
Di Jayapura, Komar membiarkan
saja mobil dinas Camrynya masih berplastik. Ia tidak tinggal di rumah
dinas. Ia menetap di rumah papannya di dekat Danau Sentani. Dalam peretemanan
saya dengan Komar, saya mengetahui bagaimana alotnya pencalonan Jokowi
Widodo menjadi gubernur DKI lalu. Publik mafhum adanya bagaimana Taufik
Kiemas dan Megawati Soekarno Putri tidak mendukung pencalonan Jokowi.
Adalah Komarudin menggebrak. “Sosok Jokowi mesti tampil menjadi Gubernur DKI,” ujarnya. Maka tandatangan Komarudinlah bersama Sekjen Cahyo Kumolo mengantar pendaftaran Jokowi ke KPUD DKI Jakarta. Di mata subjektifitas saya, Komar sosok
tegas. Sangat memahami Trisakti Bung Karno: Berdaulat di bidang
Politik, Berdikari di Bidang Ekonomi dan Berkepribadian di Bidang
Kebudayaan.
Berikutnya. Tentulah sosok layak tampil Jokowi Widodo sendiri. Pria kelahiran 1961 ini, kini sudah mentas sebagai
Gubernur DKI. Kita tentu tak perlu lagi membahasnya, karena hari-hari
berita ihwal dirinya, blusukan kiri-kanan menghiasi halaman media massa,
senantiasa.
Saya hanya memberikan catatan. Begini: Ketika
tak senagaja ikut mengantarkan ke KPUD DKI mendaftar sebagai Cagub DKI
lalu, usai acara kami berjalan
kaki dari KPUD, Jl Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat ke Bundaran HI. Publik
membuncah menyambut. Di depan Sarinah Jl. Thamrin, Jokowi pernah
bertanya ke saya, “Jika sambutan seperti ini tanda-tanda apa ya Mas
Iwan?”
Saya jawab kala itu dengan 6 kata: Bapak Guberenur, Bapak Gubernur, Bapak Presiden!
Apakah Jokowi akan jadi presiden kita 2014?
Ketika Jokowi
menyampaikan ke media soal endorsement-nya terhadap pembangunan 6 ruas
jalan tol dalam kota, saya kecewa. Dalam bayangan saya yang belum tentu
benar, seyogyanya Jokowi bisa berkata begini, “Sebagai Gubernur pilihan
rakyat DKI Jakarta, saya membatalkan pembangunan 6 ruas jalan tol di
Jakarta. Saya mempercepat pembangunan monorel, mempercepat pembangunan
subway dengan hitungan masuk akal.”
Aapakah Jokowi akan jadi presiden?
Saya sudah tak berani mempertanggung-jawabkan 6
kata saya di depan Sarinah itu. Terutama dua kata terakhir, Bapak
Presiden, tak lagi saya yakini.
Nah terakhir. Saya juga berusaha menemui Farhat Abbas sosok kelahiran 1976. Paling muda dari dari lima nama sudah
saya sebutkan di atas. Sosoknya banyak dihujat di media sosial karena
kata-katanya di twitter, “Apapun pelat mobilnya, Ahok tetap Cina.”
Saya simak hujatan kepadanya alang-kepalang. Saking miringnya dominan, warga
di media sosial menghujat Farhat, saya yang mencoba verifikasi
sosoknya, dihajar juga kiri kanan. Padahal sejatinya, ada satu sisi harus
dihormati dari pengacara ini. Terlepas dari kekurangannya: Dia berani
maju, tanpa embel-embel partai, berkata ke publik, “Saya Capres Muda
Indonesia 2014.” Dan dia melakukan intensi ke situ.
Saya tak melihat ada anak muda lain seberani Farhat.
Kedekatan saya ke Farhat lebih mendukung semangatnya itu. Lantas apakah Farhat bisa menjadi presiden RI?
Pertanyaan yang sama untuk ke-enam nama mereka
yang saya tuliskan tadi! Biarkanlah kecerdasan hati, kecerdasan sosial,
dan alam yang akan menjawab 2014 nanti. Tentu tanpa menafikan juga
nama-nama lain ada di seputar Anda sendiri, tentu!
Iwan Piliang, Citizen Reporter