Film salah satu medium komunikasi, Selain menghibur, film, ibarat buku, memperkaya
wawasan. Salah satu trilogi film acap saya tonton ulang: The Godfather.
Di dalam film itu berkelindan tameng kemuliaan, berbunga kejahatan, berbuah kekayaan materi mafioso nun di Italia sana dan Litle Italy di Amerika Serikat. Para pemimpin mafia dikenal Don. Nama Don Corleone, menjadi begitu lekat di ingatan.
Unsur utama film adalah script, naskah cerita. Bahkan
unsur kedua dan ketiga juga naskah. Vital sekali naskah di film.
Makanya produser Hollywood memberi porsi utama bagi riset untuk sebuah script. Sejak menjadi jurnalis mainstream pada 1984, lalu belajar kembali menulis literair sejak 2000, banyak cerita film saya anggap hebat, sudah mulai saya tulis. Namun satupun belum tereksekusi ke layar lebar. Kecuali satu produksi bersama film di
tahun 2000 film The Jakarta Project, yang diilhami kisah nyata
lenyapnya intan Trisakti sebrat 176 karat yang pernah ditemukan di
Martapura dan diasah di Acer Mascapij, Belanda.
Kisah pembunuhan David Hartanto Wijaya di
kampus NTU, Singapura, melibatkan oknum Gurka, jaringan komputer militer
negara tertentu, agaknya sesuatu. Sayang, ya,
itu, tadi, selain verifikasi belum tuntas ke hilir, energi bekerja
mewujudkan ke film tidak bagaikan menyeduh mie instan - - yang saban
hari saya ajak dijauhi dan musuhi.
Jauh sebelum kasus David, script lama sudah ada
di laptop saya, sebetulnya judulnya Fuad The Real Don. Film itu
diilhami oleh kisah nyata setelah menyimak, memverifikasi, bahkan pada suatu massa, hampir setiap pekan menemui seorang kawan bekerja menjadi
staf kunci Fuad Bawazier, pernah menjadi Dirjen pajak dua kali, mantan
Menteri Keuangan RI di era akhir masa jabatan Presiden Soeharto.
Syahdan penggalan cerita fakta, pada sebuah kesempatan di saat saya masih memandu acara bertajuk Presstalk di QTV -
- kini Berita Satu - - saya pernah mengundang Fuad hadir sebagai tamu.
Di kesempatan itu membahas ihwal ribuan rekening uang negara atas nama
pribadi pejabat. Majalah Warta Ekonomi pernah menulis dua tahun lalu,
masih ada sekitar 2.000 rekening lebih seperti itu. Bagaimana mengetahui
akuntabilitas uang negara jika berada di rekening personal?
Saya tembak pertanyaan kepada Fuad kala itu: Bagaimana ihwal rekening uang Upah Pungut (UP) Pajak
Bumi dan Bangunan, di Bank Bumi Daya (kini Mandiri), atas nama Fuad
Bawazier? Sebelum masuk ke kas negara? UP Pajak Bumi dan Bangunan kala
itu memang resmi. Badan itu belum digabung ke direktorat pajak. UP
dilebur di era Fuad menjadi Dirjen. Dan uang UP lalu
ke mana? Kala itu Fuad body language-nya sedikit berubah. Muka agak
merah. Namun ia kendalikan keadaan cepat dengan mengatakan, “Saya yang
sampaikan ke Gus Dur itu, agar rekening-rekening liar diberesin,”
ujarnya.
Bukan Fuad
namanya, jika tak pandai berkelit. Bukan isapan jempol, indikasi sangat
kuat bila Fuad adalah aktor di belakang layar ikut menggalang demo,
menggelontorkan uang kepada unsur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
tokoh agama, membuat opini Gus Dur ngawur dan harus dilengserkan.
Kenalan saya, menjadi staf Fuad, acap mengambil uang cash ke Bank dalam
jumlah Rp 2 miliar sekali ambil, lalu dibagikan ke agen pendemo dan
bebarapa tokoh lain. Hal itu berlangsung tidak sekali. Kenyataan
belakangan Gus Dur lengser.
Dalam catatan saya pribadi, Fuad ini sangat
sakti. Ketika era partai-partai baru berdiri sebagai buah reformasi,
Fuad ikut mendanai partai itu dengan memberikan uang antara Rp 300 hingga Rp 500 juta. Sumbangan Fuad dalam catatan saya pernah Rp 300 juta untuk kantor awal Partai Keadilan (kini PKS).
Sosoknyaberawal di Golkar - - kemudian menjadi Partai Golkar - - tangan Fuad lalu ke mana-mana. Cabut dari Golkar ia berada di Partai Amanat Nasional (PAN). Namun bantuan uangnya merambah hampir ke semua partai berprospek. Karenanya sosok doktor
di bidang ekonomi keuangan, Fuad sangat lihai mengendalikan catatan.
Untuk biaya-biaya “personal” seperti saya sebutkan di atas, setiap bulan stafnya selalu melakukan penghancuran dokumen.
Merasa tak nyaman di PAN, sejarah juga mencatat
Fuad ada di Partai Hanura kini. Kedekatannya dengan Wiranto, Ketua Umum
Hanura, mencapres pada 2009, sudah terjalin sejak Ode Baru. Fuad,
Wiranto dan beberapa tokoh lain pernah pula saya catat acap melakukan
diskusi Reboan di salah satu kediaman Fuad di Jl Banyumas, Menteng,
Jakarta Pusat - - satu dari puluhan bahkan diduga ratusan property miliknya. Salah satu rumah menjadi sekretariat KAHMI versi Fuad, di dekat Masjid Sunda Kelapa, Jakarta Pusat.
Satu hal tak bakal lekang di ingatan saya, pada
saat Megawati Soekarno Putri menjadi Presiden RI, di saat hendak
menyusun kabinet, dialah mem-push
agar Hendro Priyono menjadi Kepala BIN dan Rini Suwandi menjadi Menteri
Perdagangan dan Perindustrian. Bahkan melalui stafnya sangat bisa
dipercaya, saya mendapatkan keterangan bahwa Fuad berani berkata ke Mega
, jika tak duduk dua orang itu, dia akan obok-obok pemerintahan.
Tentunya hal ini pastilah dibantah oleh Fuad, toh soal rekening UP saja
dia mangkir.
Hubungan Fuad dengan Rini Suwandi sangat “dekat”. Kantor mereka bersebelahan dinding di Mega Kuningan. Bahkan ada akses langsung
Rini ke ruang privat Fuad. Jika ranah ini saya bahas terkesan gossip.
Dan di perihal ini, mereka yang tahu Fuad luar dalam, kisahnya bisa mengalahkan film Godfather. Apalagi bila dalam kenyataan begini, masyarakat kita ambigu. Contoh sosok Rita sebelum menjadi Bupati Kutai Kartanegara, Kaltim, pernah dua kali beredar film hubungan intimnya, tetapi ia tetap bisa
menjadi Bupati, Mendagri melantiknya. Lain hal seorang Aceng menikah
siri, dilengserkan. Bagi saya ranah demikian begitu fenomenon dan sebuah
film tersendiri lagi.
Maka di setiap momen talkshow bertemu Fuad saya acap tersenyum tersendiri, membayangkan laku pria di sisi saya itu. Ya Fuad! Saya geli, misalnya, bagaimana seorang Amien Rais bisa ia
“tipu”. Fuad mengatakan kakaknya orang kaya raya di Arab Saudi. Amien
percaya karena diajak Fuad ke sana mendapatkan kediaman kakaknya besar
di negeri petro dolar itu.
Di lain sisi, bila sang kakak datang ke Jakarta, secara faktual bila berada di kantor Fuad,
duduk bak kami tamu biasa, tidak mendapat kehormatan lebih dari sang
Fuad. Berbeda sekali perlakuan bila memang kakak itu kaya-raya. Saya
mengindikasikan sang kakak hanyalah proxy Fuad.
Di dalam verifikasi dan catatan saya itu, akses Fuad ke Dirjen pajak tetap terjalin. Tamu-tamunya
juga masih banyak tokoh VIP. Titik Prabowo misalnya pernah saya catat
ke kantornya. Pejabat Dirut Perusahaan Percetakan uang RI (PERURI) di
tenggang waktu tertentu saban bulan sowan ke kantornya. Seorang tokoh
pengusaha berinisial TW di rentang waktu tertentu saya catat, tiap pekan
mengantarkan Rp 500 juta. Tentulah banyak catatan-catatan saya lainnya
soal Fuad. Karena itulah saya menjulukinya ibarat Film judulnya The real Don.
Karena Don sesungguhnya, saya tidak
percaya dengan kekayaan Fuad hanya Rp 40 miliar seperti yang
dilaporkannya ke KPKPN. Kala itu ia menyebut Hibah dari ayahnya. Dan
saya mencoba memverfikasi apakah keluarganya kaya raya? Di luar dugaan,
saya mendapatkan puluhan
foto kopi sertifikat rumah, tanah, apartment baik di Menteng, Kemang
dan kawasan elit Jakarta, bermuara ke Fuad pemiliknya. Tentu fotokopi
belum bisa menjadi bukti hukum, namun dari verifikasi, bertanya ke
lingkup tetangga dan mantan pemilik, muara ke Fuad tajam.
Fuad Don sesungguhnya. Hingga kini kekuatan ,
dan perkawanan di politiknya serta akses ke berbagai partai politik bisa
menaikkan sosok-sosok tertentu menjadi Dirut BUMN. Saya mencatat ada
anak muda kini di salah satu
BUMN didorong mentas Dirut oleh Fuad. Ia juga pernah mendirikan, atau
sekadar mendukung LSM demi untuk mebangun opini.
Maka panjang kata bisa dituliskan. Sebuah buku sangat tebal bisa lahir ihwal Fuad. Itu semua tak terungkap ke media.
Maka ketika Presiden SBY menyebut nama Fuad Bawazier dari Jeddah sebagai sosok pembocor laporan pajaknya, saya ngakak.
Saya tidak kaget setetes pun.
Bagaimanapun ke-don-an
Fuad sudah l;ama saya cium. Ia tetap cool tampil di teve, bicara ke
publik tidak tahu apa-apa, tidak terkait. “Malahan negara yang salah dan
harus dituntut mengapa data wajib pajak bisa bocor,” tuturnya yakin.
Bagi saya pribadi, adanya sosok-sosok tua
seperti Fuad di ranah politik Indonesia, termasuk SBY, hanyalah
menjauhkan kita dari Berdaulat Di Bidang Politik, Berdikari di Bidang
Ekonomi dan Berkepribadian di Bidang Kebudayaan (Trisakti Bung karno)
Catatan Iwan Piliang