Nabi Muhammad SAW pernah menyarankan agar umatnya
menuntut ilmu hingga ke negeri Cina. Jika sejarah bukan cuma hafalan
tahun, peradaban dan kemajuan pengetahun Cina dapat disimak memang
berkibar. Di belahan bumi lain manusia masih bercancut, berkoteka,
berpenutup aurat dedaunan, orang Cina telah berbaju sutera.
Lama saya bertanya di lubuk hati, selain kemajuan tampak itu, apalagi mendasari Nabi Muhammad berhadis? Barulah sekitar lima tahun lalu saya seakan mendapatkan jawaban. Di Cina ada ilmu sangat tua. Dunia
kini mengenalnya dengan istilah Geomensi. Di dalam Geomensi, ada dua
kajian membahas analisa kehidupan, termasuk alam. Dan dua lagi mencari
solusi kehidupan, alam. Dari empat fak Geomensi itu , di Indonesia,
seakan berbunyi hanya: Feng Sui.
Taiwan adalah negara mewajibkan aparatur
pemerintahan dari paling bawah mahir Geomensi, mulai dari lurah hingga
presiden. Melalui Geomensi, dapat dihitung hari, disesuaikan dengan
tanggal kelahiran, misalnya, di mana alam memberi “kekuatan”, kapan maksimal. Sehingga apa-apa dilakukan berhasil.
Di Geomensi pula misalnya dapat dihitung apa disebut open heaven, waktu amat baik berdoa lintas agama, bermunajad kepada Illahi di mana tata letak bumi, matahari, sejajar dan seterusnya.
Maka di Taiwan, pengairan menjadi perhatian
uatama. Logika ini acap saya nalar sendiri, mengingat ketika membaca
AlQuran, saya seakan menemukan makna, bahwa surga dominan hijau dan di
mana air mengalir. Nalar saya itu bisa jadi belum tentu benar, namun
bila diteruskan ihwal Geomensi, maka ada ilmu menghitung arah ke mana jasad seseorang wafat dikebumikan; keselarasan dengan alam menunju sang pencipta.
Kalimat alinea terakhir di atas secara
umum dapat diartikan keselarasan mencapai kebahagiaan, baik di dunia
maupun di akhirat. Itulah premis Geomensi. Itulah saya maknai himbauan Nabi Muhammad belajar ke Cina.
Singapura negara kecil menerapkan Geomensi.
Bila Anda simak, perhatikan saluran air, gorong-gorong di Singapura,
besar-besar. Ukuran dan kemeringannya dihitung. Dengan keadaan tertata
itu saja, beberapa kali kawasan Orchad, Singapura masih kena banjir walau untuk sekejap.
Beberapa negara di luar Cina - - Cina pasti melakukan - - membuat aliran sungai naga. Hitungan mengalirnya air membawa peruntungan. Maka beberapa perusahaan paham di Indonesia, pabriknya diberi aliran sungai naga. Tanya deh ke perusahaan pabrikan biskuit di Semarang, misalnya.
Maka bila kini Jokowi sebagai Gubernur DKI mulai berpikir membuat terowongan mega,
saya duga bagian dari Geomensi, dan menjadi salah satu solusi
mengalirkan air di DKI Jakarta ini. Selama ini air manpat tersumbat.
Bila got, gorong-gorong hingga terowong mengalir membuat kita hidup bagaikan wong.
Itulah esensi himbauan agama menyuruh belajar ke Cina saya pahami.
Saat ini ahli Geomensi dunia tak hanya
masyarakat Cina. Sepengetahuan saya, pakar Geomensi, sudah banyak orang
bule. Di Indonesia saya mengenal satu, Sindu Berlian, sosok 33 tahun,
kepakarannya di atas Joy Yap, Malaysia - - pernah diminta Raja Fhad
menata istana barunya. Yap dibayar US $ 2 juta. Sindu Berlian beberapa kali mengisi siaran Feng Sui di MNCTV.
Di alam kekinian, penghujung 2012 lalu, seorang
kenalan saya pengusaha besar liburan ke Cina. Sebagai pengusaha
keturunan, ia ingin pula melakukan investasi di Cina. Awal tahun ini,
setelah pulang dari Cina, kawan itu bercerita, bahwa di Cina bunga bank 7%. Bila kita melakukan produksi untuk ekspor, maka melalui badan lain non bank, bunga bank telah kita bayarkan ke bank dikembalikan. Itu artinya interest rate bagi eksportir 0%.
Cina dengan populasi terbesar di dunia, hari ini memiliki devisa terbesar di
dunia. Cina juga negara paling sadar, bahwa tidak semua aplikasi di
teknologi informasi harus berbeli berbayar dari Amerika Serikat. Mereka
menggunakan program open source. Mereka program sendiri. Sehingga keamanan nasionalnya di bidang ICT, menurut saya paling secure di dunia. Tidak seperti kita di Indonesia, Presiden dan Ibu Negara, memiliki email yahoo, gampang di hack. Simak saja pekan lalu situs Presiden SBY kena bajak. Di Cina hal begini mustahil.
Dari paparan di atas, seharusnya orang keturanan Cina bangga dengan kecinaannya. Sama dengan orang
Jawa bangga dengan Soekarno, saya pun bangga dengan Hatta, bersama-sama
menandatangani “sertfifikat” pendirian bangsa ini. Saya bangga sebagai
orang Padang, Minang. Walaupun acap diselorohi Padang bengkok, tanpa saya tahu maknanya apa. Buat apa saya marah, toh kelahiran kita ke jagad ini tak bisa memilih. Kalau boleh memilih saya ingin jadi anak Raja Inggris.
Hampir tak ada yang harus kita cemooh antara
suku satu dan lainnya. Tuhan Allah saya, mewahyukan ke umatnya, bahwa
diciptakan kamu bersuku-suku, berbeda-beda, tiada lain untuk saling
mengenal. Dari situ, logika saya, akan ada kemajuan. Dari kemajuan satu
maka menjadi pacuan semangat bagi suku lainnya.
Lantas mengapa isu Cina seakan miring timbul kembali di ranah kehidupan kita pekan-pekan ini?
Pemantiknya tiada lain seorang Farhat Abbas,
pengacara, mengomentari di media sosial. Ia berkicau ihwal omongan Ahok,
Wagub DKI Jakarta, yang menyoal pelat mobil B 2 DKI. Ia katakan antara lain: Apapun nomor pelatnya Ahok tetap Cina.
Saya kenal Farhat. Ia pernah sangat menjengkelkan
saya ketika saya menggugat UU ITE pasal 27 ayat 3 ke Mahkamah Konstitusi
(MK). Ia ikut mengalihkan esensi gugatan dengan membawa Sarah Azhari
bersaudara ke MK. Opini lalu seakan beralih ke soal aurat
dan seterusnya. Kami penggugat pasal itu di MK dikalahkan. Sakit betul
kala itu rasanya hati ini. Tapi mau apa, ada orang seperti Farhat.
Menjelang penghujung tahun lalu,
di Twitter, Farhat meminta maaf secara tulus ke saya akan langkah
kelirunya itu. Saya memaafkan. Kini beberapa kali Farhat dilaporkan
dengan acuan UU ITE pasal 27 ayat 3, pencemaran nama baik. Pasal yang
kami gugat di mana ia pernah berpihak pro.
Hingga penghujung pekan lalu saya sudah menulis kultwit soal #farhatdanantonmedan. Silakan di-klik tagar (hastag) itu. Kultwit
adalah istilah twit bersambung (kuliah twit). Saya lebih senang memberi
istilah dialektwit, sebagai pengganti kata dialektika dalam
twitter.com. Saya memberi porsi pandangan di tengah untukisu ihwal
Farhat-Ahok itu.
Bagi saya membahas perdebatan
suku, saling merendahkan antar suku, sejatinya kita mundur balik ke era
abad 18 silam. Dunia lain sudah ke langit, bahkan Virgin Air sudah lama
melayani jasa wisata angkasa, kita masih terpuruk dengan industri
pesawat terbang dibunuh asing dengan kaki tangan lokal - - simak tulisan saya sebelumnya.
Bagi saya Cina-Cina di Indonesia berbangga hatilah Anda, kalian dari suku hebat.
Kalau ada yang tak hebat dari kalian, itu
hanyalah beberapa konglomerat hitam, berbisnis hingga kini dengan
pola-pola mengikir belulang anak bangsa, mengemplang pajak, melakukan
transfer pricing tambun. Dan selalu beranggapan bahwa uang
tak mengenal bangsa. Alias melupakan kemerah-putihan di mana awalnya
kalian mengkapitalisasi diri. Kepada Cina demikian, saya memang dari dulu menyumpahinya. Dan jumlah mereka itu amat sedikit, tapi menguasai ekonomi lebih dari 60%.