Gratifikasi seks mulai diributkan di Indonesia,sebab disinyalir banyak pejabat menerima “hadiah” perempuan nakal untuk menjadi pemuas nafsu seks mereka sebagai “imbalan” atas jasa mereka melicinkan proyek-2,dsb. Ribut-2 ini bertambah kencang setelah di negara tetangga (Singapura) terbongkar skandal salah satu pejabat negaranya menerima gratifikasi seks ; Padahal di Indonesia sudah bukan menjadi rahasia umum,bahwa para pejabat sering menerima gratifikasi seks .
Caranya beragam dalam menerima gratifikasi tersebut,ada yang pura-2 disodorkan wanita cantik untuk kemudian dikawin secara siri (karena harus sesuai dengan ‘agama’nya bila mau ngeseks dengan wanita lain yang bukan istri sahnya,maka ‘disahkan’ nikahnya dengan cara siri),setelah puas dan bosan kemudian di cerai/di talak…! Ada pula yang dijadikan simpanan tanpa harus dikawin secara sah,cara ini melanggar hukum agama tetapi tidak melanggar hukum negara,karena kalau ketahuan punya simpanan paling yang marah adalah istri sah-nya saja….
Cara lain menerima gratifikasi seks adalah dengan “cinta semalam” ,cara ini diberikan hanya khusus kepada si pejabat yang suka sekali ngeseks dan gonta-ganti pasangan. Maka dicarikan wanita-2 cantik yang profesinya beragam,ada yang perawan desa sampai fotomodel atau artis. Mereka hanya memberikan kenikmatan seks dengan cinta semalam dengan bayaran yang sangat tinggi dari si pemberi gratifikasi. Tipikal pejabat ini selalu ada di setiap instansi pemerintah/negara.
Yang paling top markotop adalah menyodorkan wanita cantik yang memang sengaja dikenalkan kepada si pejabat agar ada jalinan asmara atau proses jatuh cinta terlebih dahulu dan kemudian dengan “pencobaan” itu akhirnya si pejabat “jatuh hati” dan mengawini wanita cantik tersebut. Umumnya wanita cantik yang disodorkan punya kepiawaian merayu secara khusus (bisa dengan intelektualitasnya atau dengan tubuhnya yang mempesona) . Nah,karena prosesnya harus melalui jalinan asmara atau jatuh hati terlebih dahulu,maka yang diharapkan dari gratifikasi seks tersebut biasanya sebuah kebijakan yang “long-term” ……Si wanita biasanya bisa menjadi “agen” atas sebuah kebijakan yang akan diambil oleh si pejabat tersebut.
Menilik modus gratifikasi seks yang disampaikan diatas,maka di Indonesia sebenarnya bukan sejak jaman Orba hal itu terjadi ; Tetapi sejak era Soekarno memimpin negeri ini,gratifikasi seks secara terang-2an dipertontonkan oleh pemimpin negeri ini. Presiden pertama Soekarno mempunyai karakter “doyan kawin” dan para istrinya (kecuali ibu Inggit dan ibu Fatmawati) adalah para wanita yang menjadi bulan-bulanan media massa (baca buku Soe Hok Gie “Catatan Seorang Demonstran”). Tuduhan adanya “lonte-2 istana” seringkali membahana pada waktu menjelang kejatuhan Soekarno. Artinya sinyalemen adanya pemberian gratifikasi seks kepada Soekarno pada waktu itu bukan sesuatu yang harus ditutup-tutupi. Soekarno memang “memilih” cara mengawini wanita-2 cantik yang disebut sebagai “lonte-2 istana” pada buku Soe Hok Gie tersebut….
Di era Soeharto,gratifikasi seks lebih dilakukan secara diam-2 karena mantan ibu negara Tien Soeharto pada waktu itu sangat menentang poligami,sehingga para pejabat era Soeharto tidak berani terang-2an “kawin siri” seperti sekarang ini. Kasus mantan mensesneg Moerdiono dengan Machicha Mochtar adalah satu bukti bagaimana orang dekat Soeharto ternyata berselingkuh secara diam-2 dan akhirnya terbuka setelah Soeharto tidak berkuasa. Jaman Soeharto semuanya dilakukan diam-2…..! Kalau ketahuan,bisa-2 si wanitanya yang hilang dari peredaran di bumi atau pejabatnya terpaksa kehilangan jabatan (tentu yang tidak akrab dengan Soeharto).
Nah,era reformasi ternyata lebih vulgar sesuai dengan namanya yang memang mengandung makna “perubahan” ,semuanya harus terbuka….! Bungkusnya berbeda,motifnya sama saja…! Sekarang populer sekali kawin siri,kawin kontrak, kawin-kawinan…..Pejabat pamer istri cantik yang eks foto model seksi tanpa malu-2 dengan menceraikan istri yang sudah peyot…Semuanya serba terbuka..! Mereka mengatakan atas nama agama yang dianutnya tanpa ada rasa malu dan menganggap itu sebagai wilayah privasi yang tidak boleh diganggu gugat oleh publik ; Bahkan kalau sampai terjadi banyak yang kontra maka dikatakan ada yang mau menjegal atau menjatuhkan secara politis. Padahal semuanya itu harusnya dilihat dari sisi moralitas.
Gratifikasi seks adalah perbuatan amoral yang melebihi korupsi uang…! Sebab yang diakibatkan dari pemberian tersebut bukan saja pribadi dirinya,tetapi anak dan istri serta keluarganya akan bubar. Mana ada istri mau hidup dimadu (kecuali istri-2 yang setuju dengan poligami),mana ada anak-2 yang mau berbagi kasih dengan anak-2 lain dari ibu tirinya yang telah merebut kasih ayahnya dari ibu kandungnya (kecuali anak ’sedeng’) ; Belum lagi masalah warisan dan amburadulnya hidup sosial mereka di masyarakat yang mencibir papanya doyan seks…? Korupsi uang bisa dikembalikan ke negara,tetapi menerima gratifikasi seks merusak sendi-2 rumah tangga dan sulit bisa dikembalikan secara utuh,karena yang dirusak adalah CINTA…..!
catatan Mania Telo Freedom Writers Kompasianer