Pernah dengar berita sekelompok pemuda teler akibat mengkonsumsi pil koplo oplosan? Terkadang tak hanya teler, bahkan ‘bablas angine’ sampe ‘modar’
karena bahan oplosan yang dicampurkan memang bukan jenis minuman yang
bisa dikonsumsi tubuh manusia. Umumnya orang-orang kampung yang ingin
merasakan sensasi ‘nge-fly’ itu membeli obat-obat bebas di
warung semacam Pana***, Bod***, dan obat-obat bebas lainnya yang
harganya tak sampai 2000 perak, lalu dicampur dengan soft drink. Kalau efek ‘nge-fly’
ingin lebih berasa lagi, biasanya dicampur alkohol, bahkan kadang
spiritus dan lotion anti nyamuk (semacam aut**). Mungkin, mereka yang
pernah mencoba dengan campuran yang sangat sedikit masih bisa selamat,
tapi kalau takarannya berlebih sedikit saja, nyawa melayang taruhannya.
Itu salah satu cara kelompok berkantong cekak untuk sejenak melupakan
sumpeknya beban hidup dan hura-hura bersama.
Tapi kalau kalangan borju
berkantong tebal apalagi pesohor negeri, tentu pil koplonya beda, lebih
berkelas, meski sama-sama diminum dengan cara dicampurkan ke minuman
bersoda. Yang dikonsumsi teman-teman Raffi Ahmad di rumah Raffi adalah zat narkotika jenis baru, yakni zat cathinone. Dari yang saya baca di Kompas.com hari ini, menurut Dari penjelasan Kepala UPT Laboratorium BNN, AKBP Kuswardani, zat
tersebut diproduksi oleh jaringan narkoba internasional yang memasarkan
barangnya di Asia. Mereka mencari celah hukum dengan memproduksi
narkotika yang tak masuk dalam undang-undang narkotika di negara-negara
di Asia agar lolos dari jeratan hukum. Zat cathinone berasal dari tanaman Catha edulis yang tumbuh subur di Azerbaijan. Jika diolah, zat itu dapat digunakan untuk campuran ekstasi dengan efek samping menimbulkan rasa senang dan kehilangan nafsu makan.
Dari hasil penggerebekan di rumah
Raffi, diketahui bahwa narkoba dalam bentuk kapsul itu dicampurkan ke
dalam minuman ringan merk Sp**te. Dari hasil tes urine, ditemukan 5
orang positif mengkonsumsi narkoba, 2 diantaranya positif
mengonsumsi ganja, 2 orang lagi positif mengonsumsi ekstasi, 1 orang
positif mengonsumsi ganja dan ekstasi. Sedangkan 2 orang yang terakhir
baru diumumkan tadi malam mengonsumsi zat narkotika jenis baru, yakni
zatcathinone. Zat ini juga ditemukan pada 5 oang
yang sebelumnya sudah dinyatakan positif. Konon katanya pula, zat
tersebut belum ada dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika. Ini yang membuat Henry Yosodiningrat berang.
Seperti saya kutip dari Kompas.com : “Salah
kalau dikatakan tidak termasuk dalam kategori undang-undang. Itu
sebenarnya hanya turunan baru zat adiktif,” tegas Henry di Kantor BNN,
Senin (28/1/2013). Menurut Henry, yang dimaksud dengan narkotika jenis
baru adalah hasil pengembangan dari jenis-jenis yang sudah ada
sebelumnya. Karena itu, narkotika yang ditemukan di Jalan Gunung Balong 1
No.16/I itu tetap bisa dijerat dengan undang-undang yang ada. “Tidak
mungkin belum diatur undang-undang. Bisa dipakai pasal turunan untuk
yang jenis baru. Tadi itu bukan pernyataan resmi dari BNN,” kata Henry.
Karena penasaran, saya pun mencoba mencari tahu di perpustakaan Oom Google. Setelah saya unduh Undang-Undang No.35/2009, ternyata dalam lampiran I undang-undang tersebut tentang “Daftar Narkotika Golongan I” pada nomor urut 35 terdapat nama zat KATINONA dan pada urut 37 ada MDMA,
yaitu jenis kapsul yang ditemukan di rumah Raffi, kalau tak salah di
laci lemari dapur. Sedangkan yang ditemukan di kamar Raffi adalah 2
linting ganja. Nah, ternyata cathinone justru termasuk dalam narkoba golongan I yang sangat berpotensi menimbulkan ketergantungan. Karena itu hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi medis sekalipun.
Kalau sudah demikian, apakah masih relevan membicarakan tak ada Undang-Undang yang mengatur? Kalaupun
pada saat tersebut Raffi tidak terbukti mengkonsumsi “pil koplo”
tersebut, namun di kamarnya ditemukan 2 linting ganja dan di laci
lemarinya ditemukan 14 butir pil MDMA, tidakkah patut diduga ia ikut
menguasai/memiliki barang haram tersebut? Apalagi ia kemudian
memfasilitasi teman-temannya untuk ‘ngoplo’ bareng di rumahnya.
Semoga saja BNN mam[u bersikap arif dan mengambil tindakan hukum yang
tepat, tidak menginjak-injak rasa keadilan masyarakat.Saat ini tingkat
ketidakpercayaan publik sangat tinggi. Masyarakat percaya sekali
ideologi uang alias motto “wani piro?!” mampu mengubah segalanya.
Semoga
kali ini tidak terjadi. Kalau memang Raffi terbukti ikut memiliki –
barang tersebut ada di dalam rumahnya, apalagi jika benar ada di kamar
dan di laci lemari – sangat naif jika pemilik rumah tak tahu menahu.
Sebaiknya BNN tidak memperpanjang waktu dengan berbelit-belit mencari
dalih. Jika sudah ada nama zat tersebut dalam UU Narkoba, ya tak usah
lama-lama lagi mencari pasal hukumnya. Selamat bekerja BNN, kami
menunggu hasilnya.
CATATAN IRA OEMAR FREEDOM WRITERS KOMPASIANER