Kasus Nirma Bergulir, Dikadukan ke Komisi Kejaksaan
Dituding Tidak Manusiawi, Kajari Perkosa Hukum & HAM
PADANG, Investigasi News—Sungguh tidak manusiawi dan berperasaan tindakan arogansi Jaksa Penyidik Kejaksaan Negeri Pariaman, terhadap Hj. Nima Sari, A.Keb.A, M.Kes, mulai dari saat pemeriksaan secara physicologis ditekan, hingga puncaknya saat dikeluarkannya surat perintah penahanan oleh Kajari Pariaman No. PRINT – 01/N.3.13/Pd.1/01/2013, yang berakibat jatuh sakitnya Nilma (pingsan) hingga harus dirawat inap di Rumah Sakit Siti Rahmah Padang.“Ketika klein kami menjalani rawat inap di RS Siti Ramah Padang, dimana setiap harinya pihak Kejaksaan Negeri Pariaman melakukan serangan/intimidasi psikologis degan mengawal siang malam. Padahal secara yuridis kejaksaan cukup berkoordinasi dengan pihak rumah sakit ikhwal penyakit yang diderita dan hubungannya dengan perkara yang disengketakan/ditangani Kejaksaan Negeri Pariaman, “ungkap Zulbahri saat konfrensi Pers di Padang.
Dikatakan, pelanggaran, HAM yang sarat muatan politis terjadi dalam proses pemeriksaan Hj. Nilma Sari, A.Keb.A, M.Kes, Direktur AKPER Pemkab Padang Pariaman berdasarkan surat panggilan tersangka No.20/N.3.13/Pd/12/2012 tanggal 18 Desember 2012 ditandatangani Kepala Kejaksaan Negeri Pariaman Yulitaria, SH., MH, kata Zulbahri, SH Advokat dan Penasehat Hukum yang menjadi Penasehat Hukum Nilma Sari berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 03 Januari 2013.
Adapun kliennya itu, didakwa sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi terhadap penyelewengan penggunaan dana Akademi Perawat (AKPER) Pemkab Padang Pariaman TA 2011, berdasarkan surat perintah penyidikan/surat perintah untuk melengkapi berkas perkara dari Kajari Pariaman No. 01/N.3.13/Pd.I/12/2012 tanggal 3 Desember 2012. Dengan jaksa penyidik: Hedri Restu, SH (Kasi Tindak Pidana Khusus), Yarnes, SH., MH (Kasi Tindak Pidana Umum), Adrianti, SH, Voni Amedia Putri, SH dan Budi Prihalda, SH.
Terungkap, saat berada di RS Siti Rahmah, Nilma Sari harus dirujuk ke RS. Yos Sudarso Padang akibat penyakit yang diderita, namun justru pihak Kejaksaan Negeri Pariaman tak terima dan menganggap hal itu hanyalah akal-akalan tersangka saja. Karenanya tetap dilakukan penahanan terhadap Nilma Sari di Lapas Pariaman Karan Aur meski dalam kondisi sakit.
Padahal tersangka melalui PH-nya (Penasehat Hukum) telah meminta dilakukannnya second opinion dari dokter yang mempunyai keahlian/spesialisasi yang sama, namun sayang hal itu tak digubris jaksa sehingga ini telah terjadi pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) terhadap Elma Sari selaku tersangka.
Dari pantauan Investigasi News pada Selasa malam (15/1) terjad keributan antara PH tersangka Nilma Sari dengan pihak Kejaksaan Negeri Pariaman, dimana saat tersangka Nilma Sari dirawat di RSUD Pariaman dari Lapas karena sakit. Saat dilakukan observasi penyakit selama lebih kurang 2 (dua) jam kesimpulannya menurut dokter Lapas dan dokter di RSUD Pariaman, bilamana tidak memungkinkan maka Nilma harus di rawat di RSUD M. Djamil Padang.
Akan tetapi, Kajari Pariaman yang datang justru ngotot agar tersangka Nilma dirujuk ke RS Jiwa Ulu Gadut atau ditunggu hingga pagi. Sehingga terjadi keributan antara (PH) Nilma dengan pihak Kejaksaan Negeri Pariaman. Pada akhirnya Nilma tidak jadi di rujuk ke RSUD M Djamil Padang dan kembali lagi ke Lapas Pariaman. Sehingga melihat arogansi Kajari Pariaman itu, Zulbahri, SH mempertanyakan tindakan dan kemauan dari pihak Kejaksaaan Negeri Pariaman.
Kasi Intel
Wakili Kajari Pariaman
Sementara pihak Kejaksaan Negeri Pariaman saat hendak diverifikasi Investigasi News dan www.pariamantoday.com (18/1) di kantornya tidak bersedia ditemui langsung justru mengarahkan ke Kasi Intelnya Hariadi, SH yang tidak bisa menjawab detail setiap pertanyaan koran ini dengan semestinya.
Seperti; soal statemen Kajari yang mengatakan, ada sekelompok preman di RSUD Pariaman pada saat terjadi keributan antara Penasehat Hukum Nilma Sari Zulbahri, SH dengan Kajari dan Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Pariaman pada Selasa malam (15/1) itu.
Padahal, ungkap A. Latif tokoh masyarakat Pariaman, mereka yang hadir bersama-sama Penasehat Hukum Nilma Sari di RSUD Pariaman itu adalah Yulius Danil (mantan Ketua DPRD Kab. Padang Pariaman) yang sekarang anggota DPRD Kota Pariaman, dirinya (A. Latif), Zulbahri, SH dan salah seorang tokoh masyarakat Kota Pariaman lainnya. “Siapa yang dikatakan preman oleh ibu Kajari itu?, “tantang A. Latif sengit.
Hebatnya lagi, Kajari Pariaman saat diverifikasi koran ini melalui Redaktur Senior Investigasi News ZakirmanTanjung (17/1) di kantornya mengatakan, sebagai Pengacara saudara Zubahri itu sarjana hukum atau tidak? Dan statemen itu didengar banyak awak media saat itu dan direkam wartawan koran ini. Sementara Kejaksaan Negeri Pariaman melalui Kasi Intel Hariadi, SH mempersilahkan pihak-pihak lain berasumsi demikian karena pihaknya akan memberikan hak jawab nantinya di media.
Menurut ZakirmanTanjung Redaktur Senior Investigasi News, pada awalnya Kajari Pariaman Yuli taria, SH., MH ini menolak memberi keterangan terkait materi perkara secara subtansial, “Ikuti saja persidangan di Pengadilan Negeri Pariaman, “pintanya.
Pada awal verifikasi Yuli sempat mempersilahkan seorang dari 7 jaksa yang mendampinginya, Adriani, SH untuk memberikan keterangan. Akan tetapi, penjelasan Adrianti segera dihentikan Yuli meski baru sekitar dua kalimat saja.
Menurut Adrianti, pihaknya memiliki dasar yang cukup dalam menangani perkara yang disangkakan kepada Nilma Sari, diantaranya Kejaksaan Negeri Pariaman telah meminta keterangan/ memeriksa 39 orang saksi, namun Kajari Yuli menegaskan nama-nama saksi tidak boleh disebutkan, nanti kena intervensi dan tidak terlindungi, katanya.
Begitupun soal Berita Acara Penyitaan oleh Kejaksaan Negeri Pariaman yang tidak disertai surat izin Ketua Pengadilan Negeri Pariaman, padahal dalam Pasal 38 KUHAP jelas diatur tentang itu. Dan hal ini dibenarkan oleh Heri Sofyan, SH (Kabid Pidana) Pengadilan Negeri Pariaman yang mengatakan, Surat Berita Acara Penyitaan itu harus berdasarkan surat izin Ketua Pengadilan Negeri Pariaman sebagaimana diatur dalam Pasal 38 KUHAP terkecuali terhadap benda bergerak (ayat 2-nya), bukan berdasarkan surat perintah penyitaan Kepala Kejaksaan Negeri seperti; yang terjadi pada Berita Acara Penyitaan yang dibuat Kejaksaan Negeri Pariaman Nomor: Print – 850/N.3.13/Pd.1/12/20012 tersebut.
“Begitupun terhadap saksi yang menandatangani Berita Acara Penyitaan itu haruslah masyarakat atau siapapun diluar yang ikut menyaksikan penyitaan tersebut dilakukan sepeti; Lurah ataupun tokoh masyarkat setempat dan bukan penyidik yang ditunjuk oleh Kepala Kejaksaan atau Kepolisian RI yang melakukan penyitaan itu, “tambah Heri Sofyan. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya.
Dan ketika hal ini dipertanyakan koran ini pada pihak Kejaksaan Negeri Pariaman, Kajari Pariaman melalui Kasi Intelnya Hariadi mengelak, karena menurutnya hal itu sudah masuk ranah materi penyidikan dan ia tidak berwenang untuk menjawabnya.
“Silahkan ajukan permohonan wawancara pada ibu Kajari nanti akan saya buatkan tela’ah stafnya, “kata Hariadi yang ternyata tidak memahami UU 40/1999 tentang wartawan dan fungsi tugasnya itu.
Pada Kasi Intel Kejaksaan Negari Pariaman Hariadi, selaku Pimpinan Redaksi Ferry, SH menegaskan tidak akan membuat hak jawab dari pihak Kejaksaan Negeri Pariaman jika ada keberatan terhadap pemberitaan koran ini.
Pasalnya Kejaksaan Negeri Pariman telah diverifikasi dan diminta untuk menjawab semua pertanyaan koran ini yang menyangkut berbagai hal termasuk berbagai statemen ibu Kepala Kejaksaan Negeri Pariaman yang ternyata tidak bersedia diwawancarai langsung Investigasi News bersama www.pariamantoday.com di kantornya, justru menyerahkan pada Kasi Intelnya yang “pak-poh” dalam menjawab berbagai hal termasuk menyangkut KEJ.
Lapor ke Komisi Kejaksaan
Karena mendapatkan pelayanan hukum yang tidak semestinya terhadap kleinnya Nilma Sari, dalam konfrensi Pers di Padang Zulbari, SH selaku Penasehat Hukum (PH) dari Nilma Sari Tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi terhadap penyelewengan dana AKPER TA 2011 sebagaimana dituduhkan Kejaksaaan Negeri Pariaman berdasarkan surat panggilan tersangka No.20/N.3.13/Pd/12/2012 tanggal 18 Desember 2012 ditandatangani Kepala Kejaksaan Negeri Pariaman Yulitaria, SH., MH Melaporkan secara resmi Kejaksaan Negeri Pariaman beserta jajarannya ke Komisi Kejaksaan Indonesia di Jakarta.
Laporan tertanggal 16 Januari 2013 perihal: Mohon Perlindingan dan Tindakan Hukum terhadap Kekeliruan/ Kesalahan Kejaksaan Negeri Pariaman dalam Proses Penegakan Hukum yang tidak Berkesesuaian/ Bertentangan dengan Ketentuan Hukum yang Berlaku yang ditujukan pada ketua Komisi Kejaksaan di Jakarta, Kepala Kejaksaan Agung RI Cq JAMWAS RI di Jakarta, Ketua Komisi Hak Azasi Manusia RI di Jakarta, Menteri Dalam Negeri di Jakarta dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara RI di Jakarta serta tembusannya ke berbagai pihak.
Yang pada intinya Zulbahri minta kepada Komisi Kejaksaan RI untuk; membentuk tim investigasi untuk melakukan klarifikasi dan verifikasi tehadap kekeliruan tindakan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Pariaman beserta jajarannya, terlibat dalam penanganan kasus yang telah dilimpahkan atau disangkakan kepada kleinnya (Hj. Nilma Sari, A.Keb, M.Kes). Menindak dan memberikan sanksi secara tegas/ keras pihak-pihak atau oknum dimaksud, bilamana perlu dengan secara memindah tugaskannya dari wilayah hukum atau wilayah kerja Kejaksaan Negeri Pariaman.
Adapun isi dari laporan setebal 11 halaman disertai 12 lampiran setebal 26 halaman tersebut yakni, terhadap penahanan kleinnya (Zulbahri, SH) menganggap tidak sesuai atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku dengan argumentasi yuridis: bahwa keberadaan AKPER Pemda Padang Pariaman adalah merupakan badan/lembaga pendidikan yang dalam operasionalnya tidak dibiayai oleh APBD Kab. Padang Pariaman bak dalam bentuk DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus) dengan sumber dana seluruhnya dihimpun dari mahasiswa/wi AKPER Pekab Padang Pariaman.
Keberadaan AKPER Pemda Padang Pariaman sebagai badan/lembaga berdasarkan Pasal 3 ayat (2) huruf (a) Perbub No.03/2009, dimana AKPER dinyatakan sebagai Unit Pelaksana Teknis Dianas Daerah (UPTD) pada Dinkes Padang Pariaman. Sedangkan pemungutan uang pada mahasiswa AKPER berdasarkan Keputusan Bupati Padang Pariaman No.240/KEP/BPP-2010 tanggal 31 Desember 2010 dan Kepbud No.86/KEP/BPP-2011 tanggal 31 Januari 2011 tentang Penetapan Besarnya jumlah Pembayaran Proses Kegiatan Belajar Mengajar AKPER Pemkab Padang Pariaman tahun 2011.
Sesuai dengan Pasal 24 UU No.20/2003 sesungguhnya telah ditetapkan secara tegas bahwa Perguruan Tinggi memiliki otonomi dalam mengelola lembaganya, sedangkan menyangkut dengan sumber dana/uang yang berasal atau dihimpun dari masyarakat sesngguhnya pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik artinya; hal itu bukan dalam bentuk mekanisme petanggungjawaban keuangan Negara.
Berdasarkan Pasal 116 ayat (1) PP RI No.60/1999 tentang Pendidikan Tinggi begitupun dengan ayat (2) nya, sehingga dengan demikian adalah sangat keliru dan menyesatkan menurut hukum, bilamana uang/ dana AKPER Pemkab Padang Pariaman yang berasal dari masyarakat yang jumlah/ besarannya ditetapkan dengan Keputusan Bupati Padang Pariaman adalah merupakan uang Negara sebagaimana asumsi Kejaksaan Negeri Pariaman dalam menangani proses perkara yang disangkakan kepada kleinnya.
Dan hingga saat ini tidak ada bukti hukum, maupun bukti pisik yang dapat menerangkan bahwa AKPER Pemkab Padang Pariaman adalah merupakan asset Pemkab Padang Pariaman. Tegasnya AKPER Pemkab Padang Pariaman tersebut tidak tercatat dalam bentuk asset ataupun kekayaan pemda.
Begitupun hingga saat ini tak satupun lembaga ataupun institusi resmi Negara baik dari BPK maupun BPKP yang menyatakan bahwa sesungguhnya memang telah terjadi kerugian keuangan Negara atas perbuatan yang telah disangkakan kepada Nilma Sari. Dan juga tidak ada pemerikasaan lanjutan yang dilakukan oleh BPK maupun BPKP atas permintaan Kejaksaan Negeri Pariaman.
Bahwa penempatan APER sebagai UPTD pada Dinkes Padang Pariaman sebagaimana diuraikan di atas adalah bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku yakni; bertentangan dengan Pasal 19 Jo Pasal 20 dan Pasal 51 Jo Pasal 53 UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bertentangan dengan PP No.60/1999 tentang Pendidikan Tinggi dan PP No.66/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Disamping bertentangan dengan ketentuan hukum jika penempatan AKPER Pemkab Padang Pariaman sebagai UPTD dikelola Dinkes Padang Pariaman maka sesua dengan Tupoksi perlakuan terhadap AKPER haruslah sama dengan perlakuan terhadap SOTK yang ada dalam SKPD di lingkung Pemkab Padang Pariaman. Dalam artian yuridis penghitungan anggaran pendapatan dan pembelanjaan serta pertanggungjawaban keuangannya setiap tahun anggaran dimulai pada bulan Januari dan berakhir pada bulan Desember.
Sementara pada AKPER sebagai badan/lembaga yang menyelenggarakan Pendidikan Tinggi haruslah mengacu pada kalender Kurikulum Pendidikan Tinggi yang setiap tahunnya penghitungan anggaran, dan pembelanjaannya serta peranggungjawaban keuangannya dimulai pada bulan September dan berakhir pada bulan Agustus.
Kepala Dinkes Harus juga Tersangka
Secara yuridis bilamana AKPER merupakan UPTD dari Dinkes Padang Pariaman, maka yang paling bertanggungjawab terhadap penggunaan dan pengelolaan keuangan AKPER tersebut adalah Kepala Dinkes selaku PA (Pengguna Anggaran) dan Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang ditetapkan oleh PA.
Dan sesuai Tupoksi SKPD Dinkes Padang Pariaman harus melakukan pembinaan teknis dan teguran tertulis terhadap kekeliruan yang ditimpakan/disangkakan kepada klien kami (Nirma Sari). Kenyataannya hingga saat ini tak selembar suratpun teguran tertulis dari Kepala Dinkes selaku PA adalah pihak yang paling dan turut bertanggungjawab dihadapan hukum terhadap perkara yang telah ditimpakan/ disangkakan pada diri klien kami.
Sedangkan yang yang bertanggungjawab atas pelaksanaan barang/ jasa adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sementara “Nirma Sari” dalam SKPD Dinkes selaku PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) yang nota bene secara yuridis tidak terlibat dalam penggunaan anggaran. Tegasnya Kepala Dinkes Padang Pariaman harus juga dijadikan Tersangka dalam perkara ini
Kepala DPPKD Harus juga Tersangka
Jika KPER Pemkab Padang Pariaman adalah saah satu asset atau sumber PAD daerah ini, maka Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKAD) harus melakukan pembinaan manajemen keuangan AKPER, dan juga harus memberikan teguran tertulis akan kekeliruan pendapatan dan pembelanjaan keuangan AKPER tersebut.
Akan tetapi itu tidak pernah dilakukan oleh DPPKAD Padang Pariaman sehingga secara yuridis pihak Kepala DPPKAD adalah juga selaku orang yang harus bertanggungjawab secara hukum atas kasus yang ditimpakan/disangkakan terhadap diri klienkami (Nirma Sari). Tegasnya Kepala DPPKAD Padang Pariaman juga harus dijadikan Tersangka dalam perkara ini.
Ferry Nugrah SH