" Dima boy? "
" Sadang di Tiram teh "
" Kalau uteh sato manulis di Pariaman News, bara nomor e?"
Demikian
sepenggal komunikasi saya lewat sms dengan Admin Pariaman News, yang
sering saya sapa dengan nama udaranya "Boy" ( Saat aktif jadi fans
Damai, beberapa tahun lalu). Sebenarnya "Boy" sudah beberapa kali
mengajak saya untuk ikut mengirim opini atau yang
sejenisnya ke pariaman news, tapi sering saya jawab dengan candaan "
uteh penyiar Boy, bukan penulis".
Tapi
hari ini (Minggu, 09 Desember 2012 ), keinginan untuk menyampaikan apa
yang saya lihat, dengar dan rasakan lewat tulisan tidak dapat dibendung
lagi. meskipun lewat penyiaran saya dengan teman saya "Ajo Manih" lewat
acara Carito Pagiko sering memperbincangkannya, tapi kali ini saya mesti
menyampaikannya lewat tulisan dan media online "Pariaman News" menjadi
pilihan saya.
Pagi
tadi (Minggu pagi), seperti biasa saya ke "Pasa Piaman" yang terletak
di pusat kota Pariaman dan berdekatan dengan pantai gandoriah,
sebenarnya tidak
terlalu pagi sudah pukul 09.50 WIB. Sampai di pasar saya langsung
mengeluarkan catatan belanjaan (sudah menjadi kebiasaan saya mencatat
apa yang akan dibeli biar efisien waktu), dan menuju tempat langganan
berjualan, saya lihat wajah-wajah mereka suram dan tidak bersemangat.
Sambil memilih "lado" saya coba mencairkan suasana. "Baa ni? sepi pasa?"
Seperti mendapat tempat untuk menumpahkan beban hatinya, dengan sedikit emosi, si Uni bercerita dengan lancarnya.
Dari apa yang diceritakannya saya bisa menyampaikan kepada kita
semua kalau mereka yang berjualan dengan menyewa kedai, sampai puluhan
juta rupiah setiap tahun ( terutama yang berjualan keperluan dapur "Cabe
Cs"), mereka merasa terzalimi oleh kebijakan pengelola "Pasa Piaman"
yang membiarkan pedagang yang biasa berjualan pagi hari masih menggelar
dagangannya sampai pukul 10.00 WIB bahkan sampai pukul 11.00 siang.
Masih
menurut "Si Uni" biasanya pedagang yang berjualan pagi hari, yang
menempati
sepanjang jalan "Pasa Piaman" (Di depan Pasar) hanya berjualan sampai
pukul 07.00 pagi atau paling lama pukul 08.00 pagi, tapi sekarang sudah
tidak jelas lagi batas waktunya.
"Si
Uni" tidak bohong, karena saya lihat sendiri situasi itu. Kalau
berbicara tentang "Pasa Piaman" akan banyak hal yang pantas untuk
disoroti atau dikritisi, tapi lewat tulisan perdanan saya ini, dengan
judul " Pukua Bara Pagi e?", saya hanya ingin menyampaikan keluhan "Si
Uni" dengan kawan-kawannya.
Bahkan
saya dengar, kalau pengelola "Pasa Piaman" masih pura-pura tidak tahu
dengan kondisi ini, pedagang di pasar lama yang ada di atas pun, berniat
turun. Menurut mereka, dengan membiarkan pedagang pagi tidak ada batas
waktu, sama aja artinya, mereka berdagang hanya menunggu "Langau". Sebab
pembeli tentulah lebih senang berbelanja di bawah di depan pasar, di
samping murah, juga tidak perlu repot-repot masuk pasar yang jelas-jelas
kondisinya tidak nyaman (Becek, sempit, Sumpek, dan Sudah pasti
berbau).
Untuk
itu saya kira bijaksana sekali kalau pengelola "Pasa Piaman"
memperjelas batas waktu pedagang pagi, agar tidak terjadi kecemburuan
sosial dan rasa terzalimi
sesama pedagang.
Bukankah dalam hidup ini ada aturan yang harus ditegakkna agar kehidupan berjalan seimbang ??!!
Kita tunggulah aksi tanggap cepat pengelola "Pasa Piaman"
( CATATAN UTEH - DAMAI FM" )