“2500 calon jamaah haji plus gagal berangkat tahun ini”
itu bunyi kalimat yang tertera pada running text yang ditayangkan oleh
TV One semalam. Sepekan terakhir, hampir semua stasiun TV memberitakan
sejumlah calon jamaah haji yang terlantar berhari-hari di bandara dalam
kondisi siap berangkat haji – lengkap dengan pakaian seragam dan koper
bertuliskan nama travel biro penyelenggara haji plus – namun akhirnya
terpaksa pulang kembali ke rumah karena gagal berangkat. Alasan yang
diberikan pihak travel umumnya visanya tak keluar dari Kedutaan Arab
Saudi. Ada pula yang beralasana travel salah membeli tiket pesawat.
Sungguh suatu alasan yang sangat konyol dan bodoh!
Dari beberapa kali tayangan wawancara dengan para
CJH yang gagal berangkat itu, umumnya mereka mengaku sudah menyetor uang
sebesar lebih dari Rp 70 juta hingga Rp 80 juta per orang sebagai uang
muka. Beberapa travel biro berjanji akan mengembalikan uang 100% atau
jika mereka bersedia menunggu, maka dijanjikan pasti akan berangkat
tahun depan dan mendapat bonus umroh gratis usai musim haji ini. Sungguh
tawaran yang menggiurkan : uang kembali 100%, tahun depan berhaji,
masih ditambah umroh gratis pula sekitar bulan Januari besok. Tapi
apakah semua itu menyelesaikan masalah? Cukupkah kekecewaan CJH terobati
dengan cara seperti itu?
————————————————————
Sejak sebelum krisis moneter melanda Indonesia pada
tahun 1997 lalu, animo ummat Islam Indonesia untuk berhaji sangatlah
besar yang mengakibatkan antrian untuk pergi berhaji menumpuk sampai
beberapa tahun. Banyaknya CJH yang masuk daftar tunggu (waiting list)
ini karena setiap tahun negara-negara anggota OKI (Organisasi
Konferensi Islam) mendapatkan kuota/batasan jumlah CJH yang bisa berhaji
ke tanah suci. Sementara peminat yang telah membayarkan setoran awall
ONH setiap tahun jumlahnya melebihi kuota yang ada. Saat itu setoran
awal ONH kalau tak salah hanya sekitar Rp 6 jutaan saja.
Ketika krisis moneter melanda Asia Tenggara dan
membuat rupiah terhempas dari semula kursnya terhadap dolar AS = Rp
2.400,-/USD melambung tak terkendali, maka setoran awal ONH pun ikut
melonjak naik. Hal ini karena hampir semua komponen perjalanan haji
dihitung dalam US dolar, seperti tiket pesawat PP dan biaya penginapan.
Seiring dengan itu, kemampuan ekonomi bangsa Indonesia pun ikut terpuruk
akibat krisis ekonomi yang cukup berat. Akibatnya, jumlah pendaftar
haji pun melorot drastis dan sedikit demi sedikit antrian daftar tunggu
haji pun berkurang bahkan akhirnya habis. Karena sebelum krisis daftar
tunggu memang baru mencapai sekitar 3 tahunan saja.
Kondisi ekonomi sedikit demi sedikit makin stabil
dan masyarakat sudah mulai menyesuaikan diri dengan kurs dolar yang
stagnan di kisaran angka mendekati Rp. 10.000,-/USD. Setoran awal ONH
yang dipatok di angka Rp. 20 juta/orang pun mulai bisa dijangkau
sebagian umat Islam. Maka, mulai lagi antrian daftar tunggu haji
memanjang. Sekitar 4 tahun lalau kalau tak salah ingat, Pemerintah
menaikkan setoran awal ONH menjadi Rp. 25 juta/orang. Tapi jumlah inipun
tak membuat pendaftar haji menurun, bahkan kecenderungannya makin tahun
makin meningkat.
Kalau begitu, ummat Islam Indonesia banyak yang
sudah mampu dong? Ternyata tak semuanya mendaftar dengan uang pribadi.
Maraknya bermunculan unit-unit syariah dari bank-bank konvensional,
membuat persaingan antar bank konvensional makin ketat. Mereka
berlomba-lomba menawarkan program menarik kepada nasabah agar mau
membuka tabungan haji. Muncullah program “dana talangan haji” yang
semula hanya ada di bank Muamalat, kini hampir setiap bank syariah punya
program semacam ini.
Anda tak perlu punya uang Rp 25 juta untuk bisa
mendapatkan SPPH (Surat Pendaftaran Pergi Haji). Cukup dengan tabungan
awal Rp 5 juta saja, lalu ikut program dana talangan, maka pihak bank
yang akan melunasi sisa Rp 20 juta-nya. Pinjaman sebesar Rp. 20 juta itu
akan langsung dikreditkan pada tabungan anda, lalu berbekal print out
buku tabungan yang tertera angka Rp. 25 juta, anda bisa segera berfoto
di Depag dan mendapatkan selembar SPPH. Dengan SPPH ini anda kembali ke
bank dan pihak bank akan langsung men-debet saldo rekening anda yang Rp.
25 juta itu ke rekening Menteri Agama c/q Dirjen Penyelenggaraan Haji
dan Umroh, lalu otomatis akan keluar “nomor porsi” yang
tercetak pada bukti setoran BPIH anda. Dengan nomor itu bisa langsung
diperkirakan tahun berapa anda akan berangkat haji, dibandingkan dengan
jumlah kuota.
Pendaftaran haji dibuka sepanjang tahun di
semua bank yang terdaftar sebagai BPS BPIH (Bank Penerima Setoran Biaya
Perjalanan Ibadah Haji) yang sudah online dengan SISKOHAT. Sayangnya,
banyak orang awam yang tak mengerti sehingga mereka menyetorkan uang
mereka kepada travel biro penyelenggara haji dan mempercayakan mereka
untuk melakukan pendaftaran. Ini kesalahan terbesar! Sebab, jika travel
bironya nakal, maka uang CJH tak akan disetorkan atau setidaknya tak
segera disetorkan ke bank, sehingga tak bisa segera mendapatkan bukti
setoran BPIH dan SPPH.
Padahal, dengan model pendaftaran yang buka
sepanjang tahun, maka mereka yang mendaftar pada trimester awal tahun
masehi dengan yang mendaftar pada trimester akhir tahun, bisa jadi nomor
porsinya sudah sangat jauh jaraknya dan tahun keberangkatannya pun akan
berbeda pula. Misalnya seseorang yang mendaftar pada Januari 2012
diperkirakan berangkat tahun 2020, sedangkan yang mendaftar pada Oktober
2012 berangkatnya tahun 2022.
Ini sangat bisa terjadi, karena sepanjang tahun
animo ummat Islam untuk berhaji tak pernah surut, peserta program dana
talangan makin banyak bahkan pada bulan-bulan Ramadhan – Syawal, banyak
yang berbondong-bondong mendaftar haji. Tak heran jika pada daerah
tertentu yang animo ummat Islamnya untuk berhaji sangat tinggi, antrian
daftar tunggu sudah mencapai 12 – 13 tahun.
Dari sisi finansial, program dana talangan ini
memang tidak memberatkan. Katakanlah anda meminjam uang Rp. 20 juta
kepada bank dengan jangka waktu pelunasan 5 tahun, maka perbulan anda
kira-kira hanya perlu mengangsur Rp 400 ribuan saja. Sama dengan cicilan
kredit motor bukan? Toh jika keberangkatan anda masih 8 – 10 tahun
lagi, anda masih punya banyak waktu untuk kembali menabung untuk biaya
pelunasan ONH pada saat tahun keberangkatan.
Belakangan ada yang mengusulkan agar setoran awal
ONH dinaikkan menjadi Rp 30 juta per orang. Saya pribadi tak berpikir
langkah ini akan efektif. Ketika setoran awal dinaikkan dari Rp 20 juta,
saat itu kondisi dafar tunggu untuk CJH Surabaya contohnya, hanya 2-3
tahun saja. Kini, meski sudah naik jadi Rp 25 juta, daftar tunggunya
mencapai 10-11 tahunan. Justru kenaikan setoran awal akan makin
melariskan program dana talangan. Karena itu banyak pula yang
mengusulkan agar program dana talangan dilarang. Usulan yang ekstrim
adalah : moratorium sementara pendaftaran haji, sampai kondisi daftar
tunggu berkurang.
Bayangkan, anda sudah menyetorkan uang anda
sekarang, tapi baru bisa berangkat 10, 11, 12, bahkan 13 tahun lagi!
Sudah berapa usia anda saat tiba waktu berangkat kelak? Adakah yang
menjamin anda akan tetap sehat walafiat dan siap berangkat bila saatnya
tiba? Sementara setoran awal itu tak mendapatkan bunga/bagi hasil. Tak
heran jika saat ini Dana Abadi Umat mencapai Rp. 44,5 triliun, sehingga
akhirnya Pemerintah menunjuk Anggito Abimanyu untuk menjadi Dirjen
Penyelenggaraan Haji dan Umroh, Kemenag, agar dana itu bisa dikelola
secara lebih profesional oleh Mantan “calon” Wakil Menteri Keuangan ini.
Kini, dengan makin panjangnya daftar tunggu,
sebagian orang yang cukup punya uang dan tak sabar menunggu, memilih
beralih ke biro penyelenggara haji plus. Memang biayanya membengkak bisa
lebih dari 2x lipat. Jika ONH reguler hanya sekitar Rp 35 jutaan, maka
ONH plus umumnya dipatok di angka Rp. 75 jutaan. Hanya saja, karena
banyak orang berpindah ke haji plus sementara jatah untuk haji plus
hanya 17.000 orang setiap tahunnya, maka 2-3 tahun belakangan ini jamaah
haji plus pun harus masuk daftar tunggu.
Dari dialog di Global TV tadi
pagi, wakil dari asosiasi perjalanan haji menyebut di beberapa daerah
bahkan daftar tunggu haji plus mencapai 4 tahun.
Sayangnya, sebagian besar travel biro penyelenggara
haji plus ini tidak transaparan kepada CJH. Mereka tak mau menyampaikan
bahwa haji plus pun masuk daftar tunggu. Bahkan seolah memanfaatkan CJH
yang “kebelet” pergi haji, mereka malah menjanjikan kepastian berangkat
tahun ini atau tahun depan. Padahal semua itu sifatnya masih berupa
usulan kepada Kemenag, yang bisa saja disetujui bisa pula ditolak!
Akibatnya, terjadilah fenomena seperti yang ramai dibincangkan sepekan
terakhir ini : CJH batal berangkat meski sudah menginap berhari-hari di
hotel kelas melati sekitar bandara. Alasan visa belum keluar sebenarnya
sudah bisa diprediksi. Jelas Kedubes Saudi Arabia tak akan mengeluarkan
visa haji, sebab memang jatahnya sudah habis.
Parahnya, setelah di cek ke SISKOHAT Kemenag, CJH
tersebut belum terdaftar bahkan lebih parah lagi uang setoran CHJ belum
disetorkan ke bank oleh travel biro. Jadi, bagaimana mau berangkat kalau
terdaftar saja belum? Bagaimana mau terdaftar kalau uang saja belum
disetorkan? Padahal, jumlah setoran awal tak sedikit. Jika sepasang
pasutri menyetor Rp. 75 juta per orang, maka uang Rp 150 juta kalau
dibungakan 1% saja per bulan, dalam setahun bisa mencapai Rp. 18 juta.
Pundi-pundi travel biro dalam sekejap penuh, kalau mereka bisa menjaring
50 orang CJH saja.
Jadi, kalau mereka menjanjikan kompensasi umroh
gratis asal CJH mau menunggu untuk diberangkatkan tahun depan,
sebenarnya travel biro sama sekali tidak rugi, sebab uang CJH akan
“menginap” selama 2 tahun! Biaya umroh reguler hanya Rp 20 jutaan saja
bahkan ada yang hanya Rp 16 jutaan.
Di negara-negara non Anggota OKI, yaitu negara yang
penduduk Muslimnya minoritas sehingga pemerintahnya tak mengurusi
perjalanan haji warganya, setiap muslim yang berkeingan beribadah haji
mengurus sendiri keperluannya pada travel biro yang direkomendasikan
organisasi Islam setempat. Di Amerika Serikat misalnya, biaya perjalanan
haji yang harus dibayar hanya sekitar US $ 6500,- atau sekitar tak
sampai Rp 65 jutaan. Dan itu sudah bisa langsung berangkat, karena yang
bukan anggota OKI tak dikenai kuota.
Sulit, rumit dan pelik memang. Jika dilakukan
moratorium pendaftaran haji, bisa jadi sebagian ummat Islam akan marah
karena dianggap menghalangi hak mereka untuk mendaftar haji. Jika terus
dibiarkan, maka dafatr tunggu akan makin panjang dan peluang untuk
melakukan bisnis kotor bagi travel biro nakal akan makin besar. Di akhir
tulisan ini, saya hanya ingin mengutip himbauan dari wakil asosiasi
penyelenggara haji yang saya dengar melalui dialog di TV kemarin siang :
jika ada travel biro haji plus yang menjanjikan anda bisa
langsung berangkat tahun depan, jangan langsung percaya begitu saja!
Sebab semua itu masih dalam tahap usulan. Konon katanya, ada
travel biro yang berani “membeli” visa haji sampai US $ 3.000,-kepada
oknum. Tak heran jika ada travel biro yang menarik biaya haji plus
sampai Rp. 100 juta per orang! Sebab yang Rp 30 juta-nya untuk “membeli”
visa itu.
Anggito Abimanyu pun berulang kali menekankan bahwa pastikan anda membayar biaya perjalanan haji ke bank penerima setoran BPIH, bukan kepada travel biro.
Berhaji sendiri adalah rukun Islam ke-5 yang diwajibkan bagi mereka
yang mampu. Hendaknya mereka yang sudah mampu jangan menunda-nunda untuk
mendaftar, agar panggilan Allah segera datang. Bagaimana akan dipanggil
jika mendaftar saja belum, bukan?
Analoginya : kalau kita mau berobat
ke dokter, tentu harus mendaftar dulu dan nama kita tercatat sebagai
pasien.Baru nanti pada gilirannya akan dipanggiloleh dokter. Bisa jadi
panggilan itu lebih cepat dari pada daftar yang seharusnya, tapi yang
jelas, panggilan itu tak akan ditujukan pada yang tak pernah mendaftar.
catatan Ira Oemar Freedom Writers Kompasianer