foto Ilustrasi by Admin
Kala
sore menyapa, langit langit mulai menggelap, ombak ombak dan angin bersatu
mengikuti pasang dan mataharipun seakan mau lelap dan tampak letih untuk
menampakkan cahayanya diantara ufuk barat. Itu pertanda bahwa pantai padang
mulai dikunjungi para pengeluyur yang mencoba mencari hiburan ataupun mencicipi
wisata kuliner yang terdapat di sepanjang tepi jalan pantai. Tak terkecuali
pedangan pedangan tenda ceper yang
mulai bersiap- siap membersihkan perapian kursi kursi maksiat berlangitkan
terpal-terpal lusuh yang jaraknya hanya satu jengkal dari kepala apabila kita
masuk kedalamnya.
Ibu
net, salah satu pedagang jagung bakar tenda ceper di taplau Kota Padang yang
saya temui sore ini sekitar pukul 4 :50 tanggal 20 oktober 2012 . Sambil
menikmati jagung bakar buatannya, terbesit diingatan saya menanyakan hal yang
selama ini menjadi tanda tanya besar ketika melewati pantai padang.kenapa sih harus ada tenda ceper?.
Mulanya saya ragu menanyakan langsung ke the point of view, dengan perlahan
saya mencoba untuk melontarkan pertanyaan pertanyaan ringan seputar kisah dan
dagangannya.tapi akhirnya pertanyaan saya mulai sering bermunculan ketika ibu
net menceritakan tentang kehidupannya. Dengan pengakuan ibuk net, dia telah
hampir 20 tahun bekerja sebagai pedagang di tepi pantai. Setara dengan umur
anaknya yang ke 3. Sampai detik ini kehidupannya masih sama seperti pertama
kali dia menginjakkan kaki di padang untuk menyambung hidup sebagai pedagang
tepi pantai. Dengan hanya memiliki rumah kontrakan kayu sederhana yang berada
tidak jauh dari tempat dia mengadu nasib,buk inet dan ke 6 orang anaknya
mencoba untuk berlapang dada atas apa yang mereka punya. Dua orang anaknya yang
tertua yang saat ini bekerja menjadi buruh, juga belum bisa melepaskan ibu inet
dari jeritan kemiskinan. Jelas saja, anaknya hanya tamatan SMP dan satu lagi
tamatan SMA, dan tidak mempunyai ketermapilan apa-apa selain buruh dan pedagang
kaki lima.
Perbincangan
Kami Terasa Semakin Dalam Dan Panjang Ketika Saya Menanyakan “kenapa ibu harus
memilih menjadi pedagang tenda ceper? Kan masih banyak pekerjaan pekerjaan
lainnya yang lebih menjajikan?”dengan perasaan sedih ditambah intonasi nada
bicara yang serak, ibu net kembali bercerita tentang kehidupan pahit yang dia
jalani sebagai the poor people. Kalimat- kalimat harupun terdengar samar samar
diantara bunyi suara ombak yang mendominasi, ibu netpun langsung
meejawantahkan:”Tentunya semua orang
pasti menginginkan pekerjan yang layak, tapi apa boleh buat,nasi sudah jadi
bubur, ibu tidak lagi mampu mendapatkan pekerjaan lain selain ini,ibu sudah
hampir kepala 5, tak banyak lagi yang
bisa dilakukan dengan urang gaek
ini (sebutan orang yang sudah lanjut usia di miangkabau).Matanya Mulai
Berlinang, Jagung Saya Pun Habis, Dan Keadaan Mulai Hening Sejenak Ketika Saya
Minta Minuman Botol Yang Tersaji Di Sudut – Sudut Gerobak Dorong Kebanggaan
Beliau.
Kembali
ibu net yang saat itu memakai baju putih kusam dan celana Hawaii itu menjelaskan bahwa , tenda ceper adalah assetnya, apalagi
ketika malam minggu,merupakan hari keberkahan karna dimalam itu banyak
pengunjung yang datang rata- rata pasangan mahasiswa yang datang dari berbagai
penjuru mengendarai sepeda motornya. Ada juga dari kalangan kalangan menengah
keatas yang memarkir mobilnya disekitar semak semak tepi pantai itu tambahnya.
Mulanya membeli jagung bakar,tapi kita tidak tau apa yang pengunjung lakukan di
bangku bangku tenda ceper tersebut. bukan rahasia umum lagi, saya sebagai mahasiswa
merasa khawatir dan menyayangkan hal seperti itu. Tidak perlu menjadi bagaikan
intel untuk membuktikan kalimat “tempat maksiat “tersebut, datang aja kesini
pagi pagi,kamu akan mendapati kondom bekas semalam berserakan diantara semaka
semak dan pasir pasir pantai,tegas buk inet.
Kawasan
tersebut bagaikan tempat maksiat yang dilegalkan, karna pemerintah tidak
berani, setidaknya menghilangkan image tenda ceper yang telah menjadi istilah
buruk bagi icon padang. Kemana wakil pemerintahan daerah yang nota bene sebagai
orang yang beragama? Ataukah itu hanya kedok kampanye menarik perhatian
masyrakat?. Kenapa tidak itu menjadi hal penting yang harus diberantas?.begitu
banyaknya pemuda apalagi teman – teman mahasiswa yang seharusnya menjadi agent
of change di masyakat, yang tergoda untuk ketempat tersebut. Terjerumus!!Atau
memang betul pemuda pemuda ranah minang sudah keilangan moralnya.
Hampir
setengah jam lebih, saya menghabiskan waktu mendengar curahan hati dari seorang
ibu yang menyediakan tempat maksiat bagi anak-anaknya. Setidaknya itulah
istilah kasar yang dapat saya kemukakan. Hari mulai semakin gelap, mataharipun
nyaris terbenam,para tamu-tamu setan pun semakin banyak berdatangan, waktunya
saya pulang,karna semakin lama saya disana akan semakin banyak pertanyaan yang
muncul dari kepala saya. Munkin, cerita buk inet, telah mewakili bagaimana
kehidupan malam di tepi pantai padang dan tenda cepernya.
Moral, pemerintah dan kesmiskinan, merupakan
kata kata yang saya rangkum senja itu. Agaknya, gempa yang sering terjadi
akhir-akhir ini di padang, tidak menyurutkan niat para pedagang maupun
pengunjung tenda ceper menjalankan aksi mereka di ranah malin kundang ini. Saya
rasa, tidak berharap banyak pada pemerintah yang seolah-olah hanya diam dalam
memberantas hal ini, razia- razia berkala pun tidak akan sanggup mencabut akar
nya. Timbul prasangaka buruk saya, bahwa munkinkah hanya tsunami lah yang dapat
memberantas semuanya?
Reportase Avan.