Keluar dari Gedung
Auditorium Gubernur saya dan teman saya keluar berjalan kaki sambil menikmati suasana di sekitar. Begitu banyak kendaraan
beroda dua dan empat Lalu Lantah (mondar mandir) dari arah yang berlawanan disekitar
jalan raya. Melepas penat yang saya rasakan membuat saya duduk sejenak disebuah
halte depan Bank Mega. Berdekatan dengan Gedung Auditorium Gubernur.
Dengan menghirup nafas
yang dalam dan menikmati suasana keramaian kota padang. Tak hentinya kendaraan hilir mudik di depan saya, menambah suasana bahwa saya tidak hanya
berdua dengan teman saja. Di sebelah saya duduklah seorang lelaki memakai
jacket berwarna hitam. Tanpa keraguan sayapun bertanya kepada lelaki itu. Untung
mujur yang tidak bisa saya tolak. Ketika bang Iwan memberi tugas untuk membuat
reportase, tanpa saya cari mangsa pun
datang.
Sambil tersenyum manis
saya bertanya pada lelaki itu “Maaf pak, boleh saya mengajukan pertanyaan
kepada bapak”. Dengan suara letih lelaki itu menjawab dan bercerita panjang
lebar pada saya. Lelaki itu bernama Mardi, berumur 41 tahun. Tingginya kurang lebih 160 cm, kulitnya sawo
matang, dan berambut pirang. Ia berprofesi sebagai tukang ojek untuk menafkahi
satu orang istri dan 5 orang anaknya.
Dari segi usia lelaki
itu lebih muda dari bang Iwan. tapi kalau dilihat dari sudut pandang wajahnya
bang Iwan lebih muda dibanding lelaki itu. Spontan kata itu terucap difikiran
saya. Pekerjaan sebagai tukang ojek menuntunnya untuk menghidupi anak dan
istrinya. Saking banyaknya tukang ojek bahkan lelaki itu bekerja siang dan
malam.
“Kadang jam 7 pagi saya
keluar dari rumah dan pulangnya siang ,atau kalau udah dapat penghasilan yang
cukup untuk belanja anak dan istri saya dirumah.” Ujar Mardi (41) tukang ojek
warga kota padang.
Mardi mengatakan ,
bekerja sebagai tukang ojek sudah dilakoninya sejak belum berumah tangga. Awalnya
hanya mengantar tetangga yang belanja kepasar, lama kelamaan dapat langganan sehingga
profesi ini ia jalani sampai sekarang. Dengan modal motor ia pun mencari rupiah
di keramaian kota padang. Jika ojeknya ramai dinaiki penumpang ia bisa membawa
pulang Rp70 ribu – Rp100 ribu. Namun jika kondisinya sepi Rp 50 ribu pun tidak
sulit di bawanya pulang.
Beberapa kali saya
sempat terdiam, merenung dan bangga kepada Mardi. Dengan semangat juang yang
tinggi, ia bisa menyekolahkan anak – anaknya. Bahkan anak sulungnya bisa kuliah
di Universitas Negeri padang.
Hidup
itu memang dilema, ada saatnya di atas dan ada saatnya dibawah. Ada yang harus
jadi kuli bangunan, bahkan ada yang harus jadi tukang ojek seperti Mardi, untuk
berjuang hidup dengan bermodal sepeda motor.
Mari berjuang dalam kehidupan dengan kalimat
bismillah, ALLAH tidak akan menilai suatu pekerjaan dari hasilnya, namun ALLAH
akan menilainya dari seberapa besar USAHA kita!.
BY : DELFI ANGGARAINI