Membaca berita & melihat foto-foto pernikahan pasangan homoseksual yang terjadi di belahan dunia,seperti di Taipei-Taiwan,Kathmandu-Nepal,dll serta legalitas pernikahan sejenis yang sudah disahkan di beberapa negara di dunia ini,mengundang berbagai pertanyaan yang mendasar,yaitu sekedar trend ataukah kerusakan moralitas ataukah faktor aktualisasi dari sebuah kelainan jiwa / fisik ?
Dulu,bila seseorang mempunyai kecenderungan homoseksual (gay atau lesbian),maka akan menutup diri & berusaha untuk tidak tampil secara menyolok. Bahkan dari pihak keluarganya atau dirinya sendiri akan berupaya untuk ‘disembuhkan’ dari apa yang dianggap sebagai ‘kelainan’ tersebut. Namun,berjalannya waktu ternyata apa yang dulu dianggap ‘tabu’ karena melanggar norma-norma agama,sekarang dianggap sebagai ‘hak individual’….Bila dilarang justru yang melarang dianggap melanggar Hak Asasi Manusia.
Entah karena meniru apa yang terjadi di negara-negara lain,maka kaum homoseksual di Indonesia juga berani tampil secara terang-terangan di beberapa kota besar di Indonesia,antara lain di Surabaya,jakarta, Medan dll. Mereka bahkan mendirikan Organisasi yang sah menurut Badan Hukum. Walau ada juga Ormas yang berlatar belakang agama Islam melakukan penentangan dengan mencoba menutup dan menghalangi acara-2 mereka dengan jalan ‘kekerasan’,tetapi eksistensi mereka terus meningkat. Di Negara Malaysia yang berlatar belakang negara Islam bahkan ada seorang Pendeta (Pastor) yang bernama Ngeo Boon Lin dari sebuah Gereja tertentu melakukan pernikahan resmi dengan pasangan homoseksualnya,serta mendirikan Gereja khusus untuk kaum homoseksual.
Sejarah mencatat tentang perilaku homoseksualitas yang akhirnya menjadi murka Tuhan adalah peristiwa pemusnahan kota Sodom & Gomora. Hanya keluarga Lot (atau dikenal juga sebagai Nabi Luth oleh kalangan muslim) yang diselamatkan oleh Tuhan. Setelah itu tidak ada lagi peristiwa yang dicatat oleh Kitab Suci tentang perilaku homoseksual yang kemudian dimurkai oleh Tuhan. Anehnya,di zaman modern ini perilaku tersebut seperti semakin menyolok & terang-terangan ditunjukkan oleh kaum homoseksual tersebut. Jadi,ini sekedar Trend ataukah ada kerusakan moralitas yang mengarah kepada peristiwa Sodom & Gomora?
Kenapa Trend? Karena dunia ini sekarang apa saja ‘diperdagangkan’ untuk menghasilkan atau mendapatkan uang ,oleh karena itu orang-2 berusaha untuk menjadi terkenal secara instan,sehingga kadang manusia perlu melakukan sesuatu yang ‘aneh’ agar diberitakan (tentu dengan imbalan tertentu) & akhirnya menjadi terkenal. Kelanjutan kisah dari sebuah pernikahan homoseksual malah jarang di ekspos,apakah mereka pada akhirnya bubar atau langgeng. Dengan ikut trend,maka akan kelihatan ‘modern’ dan berbeda dari yang pada umumnya. Kalau sudah merebak & tidak jadi berbeda sendiri,tentu dengan sendirinya sudah tidak lagi menjadi trend…
Apakah itu motivasinya?Kalau bicara kerusakan moral,tentu para kaum homoseksual bukanlah orang yang tidak mengerti tentang ajaran-2 moral serta agama yang ada di bumi ini. Dan bicara moral yang amoral (moral yang sudah rusak) itu artinya sama saja menyamakan dengan perilaku penjahat yang kejam & bengis,pembunuh yang keji atau pemerkosa yang memperkosa orang tanpa perasaan belas kasihan. Apakah kaum homoseksual itu amoral? Argumentasi para kaum homoseksual adalah :
“Mana yang lebih tinggi,penghormatan atas hak asasi manusia ataukah ajaran agama yang juga didalamnya diminta menghormati hak asasi orang lain? Sedangkan orang tidak beragama pun merupakan hak asasi manusia…” .
Mungkin tidak akan menjadi masalah bila para kaum homoseksual itu tidak beragama,tetapi justru yang menjadi masalah adalah bila mereka adalah pemuka agama atau orang yang menjalankan ibadah sesuai agama yang dianutnya. Mana ada agama yang memperbolehkan terjadinya perkawinan sejenis?
Mungkin lebih tepat bila seseorang yang yang beragama tetapi melakukan tindakan atau berperi-laku homoseksual dikatakan sebagai manusia yang amoral. Namun sebaliknya,bila mereka tidak beragama sah-sah saja berperi-laku seperti itu & menjalankan haknya sebagai manusia yang dilindungi oleh HAM. Hal ini untuk memperjelas antara hukum agama dengan hukum duniawi yang memprioritaskan HAM diatas segalanya. Jadi,sah saja bila perilaku-2 homoseksual terjadi di sebuah negara yang tidak menganut Hukum Agama sebagai Hukum Negara ,namun dengan konsekwensi orang yang berperi-laku homoseksual tersebut memang tidak beragama (menurut Ketua MK-Mahfud MD,negara Indonesia menghormati orang yang tidak beragama,dan orang tersebut tidak bisa dihukum hanya karena tidak mempunyai agama). Konsekwensi itu logis dari segi legalitas.
Jadi,bila bicara dari sudut psikologi/kejiwaan maka penganut homoseksual tinggal menetapkan pilihan hatinya,apakah mau disembuhkan secara klinis & psikis,ataukah memilih mengaktualisasikan diri dengan konsekwensi legal seperti diatas. Bila yang bersangkutan mempunyai agama maka harus memilih untuk ‘bertobat’ tetapi bila tidak maka ybs harus melepaskan agamanya agar tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain & bebas mengaktualisasikan diri sesuai hak asasi yang dimilikinya (tentu dengan tidak mengganggu orang lain yang tidak berperi-laku homoseksual karena akan berakibat dirinya berhadapan dengan hukum positip yang berlaku di setiap negara). Bila hanya ingin terlihat ‘nge-trend’…lebih baik janganlah….
catatan Mania Telo freedom writers kompasianer