SEMALAM Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan konperensi pers berkait keterangan Antasari Azhar kepada Metrotv, ihwal rapat pada 9 September 2008, yang konon membahas bailout Bank Century. Dan hal itu dibantah SBY dengan menyebut nama Tuhan.
Di mana letak masalah?
Bahasa adalah logika.
Acap belakangan pejabat negara kita tak paham lagi akan Subjek, Predikat, Objek, Keterangan (SPOK). Akibatnya mengedepankan keterangan, lupa subjek, alpa predikat, lalai objek, menjadi biasa. Kita lalu mereka hidangan keterangan.
Keterangan dan keterangan.
Sebelum Ramadan lalu, saya berjumpa Prof DR Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan Hidup. Selain menanyakan soal pola makannya agar tetap fit, saya bertanya mengapa bahasa tuturnya jika ditranskrip sudah menjadi tulisan baik dan benar?
“Dulu ada ada Pak Jus Badudu, lalu ada penerusnya yang mengasuh program bahasa di televisi,” ujar Emil. Ia ingin mengatakan, bahwa kini seakan tak ada lagi sosok pawang bahasa.
Bagi saya keterangan SBY semalam cuma keterangan.
Ya, keterangan tidak utuh.
Keterangan SBY yang mengatakan tidak ada membahas Century dan bailout, dan menyebut atas nama Tuhan segala, saya yakini kebenarannya. Sehingga kalimat SBY, “Mempermainkan kebenaran sama dengan mempermainkan Tuhan,” sah sahih!
Wong kata Century memang tak disebut, kata bailout juga tidak.
Maka jika diforensik digital transkrip bahasan rapat itu, hingga ke langit ketujuh pun tak akan jumpa dua kata itu.
Jika SBY menyebut Tuhan, maka saya tak berani menggunakan Tuhan. Tuhan Zat Maha Tahu Segalanya. Saya hanya berani menyampaikan pesan Malaikat yang datang melalui mimpi kepada saya usai sahur tadi pagi. Kata Malaikat, “Premis rapat itu membahas sistuasi ekonomi, termasuk kemungkinan ada bank-bank bermasalah yang akan menggerogoti ekonomi.”
Anda tentu paham arti kata premis?
Jika tidak paham premis, bukalah kamus Bahasa Indonesia. Atau pengertian premis menurut Malaikat yang mendatangi saya di mimpi itu begini: premis kalimat singkat, padat jernih dan jelas, engkau manusia mau omong opo?
Jadi dalam rapat yang dipimpin seorang presiden memang sudah demikian Standar Operational Procedure (SOP)-nya. Tak ada yang salah, juga tak ada yang harus dibenarkan ihwal kata, lema, diksi, Century dan Bailout itu.
Esensi premis - - nah ini kata saya, bukan kataMalaikat - - muara rapat itu bertindak lanjut ke rapat teknis. Terbukti kemudian Boediono, kala itu Bank Indonesia, mendatangi Antasari Azhar, menanyakan bagaimana kalau menyuntik Bank Indover - - istilahnya bisa suntik, bisa juga bailout. Dan itu tidak disarankan Antasari. Bahkan Antasri malah warning, kalau dilakukan ia akan proses di KPK, karena sangat paham kasusnya sejak di Kejaksaan.
Kuat dugaan saya, ada sekanario memang umemanfaatkan keadaan, memainkan keadaan bank sakit, menangguk di air keruh, agar dana talangan bisa “disisihkan”. Dan laku itu terindikasi memang berlangsung setiap hendak Pemilu.
Hingga hari ini, sertifikat deposito dan sebuah rekening atas nama Budi Sampurna di Bank Mandiri tak pernah lagi dibahas, kendati sudah beredar luas di publik. Budi yang telah almarhum, diduga memainkan dana bailout Century.
Pihak-pihak yang terlibat dan tahu soal Century juga sudah menjadi pejabat di Kabinet SBY, sama dengan beberapa sosok di KPU yang terindikasi bermasalah, menjadi tokoh di Patai Demokrat.
Kalau sudah begini, saran saya kepada Bapak SBY, sederhana saja: Yuk mari kembali belajar SPOK, sebelum Bapak dikalikan nol oleh Rakyat Indonesia yang kebanyakan sangat cerdas hatinya.
Bapak pahamlah kalau bilangan dikalikan nol?
Mending cerita apa adanya saja, buka sebenderang mungkin, mumpung masih ada waktu.
catatan Iwan Piliang