DI SAAT usai berbuka puasa kemarin, atau sehari sebelum malam takbir petang ini, saya meyakini bahwa korupsi di negeri ini harus mendapatkan solusi secepat kilat. Ibarat kronis miris penyakit, harus ada obat pahit sakit.
Mengapa demikian?
Bila keadaan seperti hari ini, Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang akhirnya menjadi sami-mawon, tidak signifikan memberantas korupsi, waktu akan terbuang. Rakyat hanya seakan tersandera berita korupsi tiada henti. Media televisi mendapatkan miliaran, dari rating rating talk show dalam hitungan jam.
Solusi?
Mimpi!
Undang-Undang pengadilan Tipikor hanya menjatuhkan hukuman di kisaran di bawah lima tahun, bahkan untuk koruptor tambun ratusan miliar. Rasa keadilan barang mainan.
Sekadar contoh simaklah gaya kawan saya sesama di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), KADIN Indonesia, dulu. Sebutlah di antaranya Hamka Yandhu, Dudhie Makmun Murod dan T. Nurlif. Nurlif bahkan menjabat Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Konon jabatan itu didapat Nurlif karena Kepala BPK-nya juga terindikasi kurop tambun di masa menjabat Dirjen Pajak. Jabatan diraih dari gertak-menggertak
Tiga kawan saya itu pernah di Komisi IX DPR era 2004-2009. Mereka berandil menentukan pejabat publik. Mereka bertiga sama-sama terkena sogokan cek pelawat, yang salah satu terdakwanya kini mendekam di penjara KPK, Doktor Miranda Goeltom. Kawan-kawan saya itu, tidak sampai ditahan dua tahun. Saya tahu persis, sosok saperti Hamka, kantungnya. Lepas dari penjara, karena tak sampai dihukum lima tahun, kini telah berpolitik lagi, asset-aset property baik di Kebayoran Baru termasuk kartu kredit Bank Singapura, masih tokcer-encer.
Semua tambun di saat menjadi pejabat publik, wakil rakyat. Atas dasar itulah saya mengatakan mengapa HIPMI dan KADIN mencantumkan saja resmi bidang usaha baru: memproduk-dan-jasakan politik, jelas, jernih, menjadi satu-satunya bidang usaha resmi di dunia ini.
Di lain sisi, koruptor lain yang lebih tambun di negeri ini, nikmat-nikmat saja. Tetap bisa berumah di atas US $ 2 juta, bermobil Maseratti, Bentley dua pintu hingga sedan Porche empat pintu. Kalau cuma Range Rover Vogue sudah usang.
Maka berkali-kali saya katakan di televisi, inilah negeri amat sangat menguntungkan mendirikan PT. Kolusi Korupsi Berjamah. Layak di-go-public-kan, maka PT Kolusi Korupsi Berjamaah Tbk, sahamnya quick yield. Pembeli saham pasti happy-jali. Amat mudah di takar-akar. Korup Rp 200 miliar, buang Rp 50 miliar buat bagi-bagi, termasuk untuk bikin kambing guling tiap malam di penjara Cipinang, masih akan bersisa Rp 150 miliar. Goblok-goblokan masih ada separuh.
Usaha apa yang bisa meraih keuntungan secigin itu?
Ranah hukum kita tidak berkeadilan. Mengutip pengacara sekaliber OC Kaligis yang pernah berkata ke saya, “Hukum itu in the matter of fact or in the matter floor.” Maksud Kaligis, keadilan akhirnya bagaimana menghidangkan fakta-fakta ke persidangan. Bisa dibuat tidak sesuai kenyataan. Dan jika hakim di negeri ini dominan bak dua hakim Pengadilan Tipikor yang baru saja ditangkap kemarin langgamnya, keadilan hanya sebuah utopia basi.
Basi!
Keadilan basi itu berhulu kepada kepemimpinan korup. Pepatah mengatakan tak akan keruh air ke hilir. Maksudnya kekumuhan berawal dari hulu. Jika negara, tentulah berawal dari presidennya dan turunannya. Maka saya selalu sepakat dengan kalimat yang di tulis majalah The Economist, yang memberi julukan kepada Presiden SBY sebagai bak Lame Duck memberantas korupsi.
Atas dasar itulah, maka saya berkesimpulan. Seusai Ramadan ini, semua koruptor diputihkan saja. Toh jika kita tabulasi uang negara yang lenyap, baik APBN dan APBD pertahun, jika mengacu ke jaringan indie kami, Presstalk, di kisaran Rp 400-an Triliun setahun. Maka dalam era pemerintahan SBY barulah lenyap Rp 2.800 Triliun. Jika digabung-gabung sejak era reformasi, termasuk Rp 900 triliun kasus BLBI yang diraup melalui kolusi pejabat dan konglomerat maka tak banyak, belum sampai Rp 10.000 Triliun kok!
Untuk memudahkan hitungan, anggaplah Rp 10.000 Triliun hilang. Uang sekolah murah! Mengapa murah? Karena sumber pendapatan negara di sektor pajak saja yang raib melalui proses transfer pricing setiap tahun lebih mencapai Rp 1.300 Triliun, seperti yang terjadi pada 2005. Padahal angka penggelapan pajak di negeri ini naik terus menambun. Itu bisa diurus lagi dengan benar. Dan cadangan sumber daya alam kita masih melimpah. SDM hebat seperti sosok muda Muhammad Assad yang saya tulis kemarin, berjibun jumlahnya. http://hukum.kompasiana.com/2012/08/18/opini-takbir-solusi-korupsi-negeri-ini/
Jadi kalau ada, kalau lho, anak kemarin sore memimpin sebuah partai dan terindikasi korup, biarkan sajalah tak perlu lagi media mengurusnya. Saya juga akan berhenti memverifikasinya. Toh melalui berbagai cara dan indikasi kulosi temasuk membayar tameng-tameng mem-backing bahkan orang yang dianggap buya sekalipun, agar sisosok korup selamat dari tajuk koruptor dan agar nanti bisa mencapres.
Karena itu, secara jernih saya katakan kita tutup buku saja soal korupsi. Mungkin ada baiknya persiapan dapat dilakukan sejak usai Ramadan ini. Tutup KPK dan badan-badan addhoc lain. Polisi, Kejaksaan, orang pajak, ke depan mestilah mereka para “malaikat”. Gajinya dinaikkan. Lalu mulai 2012 jika masih ada koruptor dihukum mati. Tanpa pandang dulu.
Lantas Anda bertanya, enak dong bagi yang sudah korup?
Solusinya himbau saja nuraninya untuk menyerahkan uang yang dikorup melalui setoran otomatis online terkini ke rekening tertentu, tinggal pencet angka dari Rp 1 hingga Rp 10 Triliun, mereka tak perlu menyebutkan namanya. Siapa tahu hati kecilnya masih mau nyumbang Rp 1, wong di antara mereka itu nyumbang US $ 1 juta ke NTU, Singapura, mau tiap tahun. Toh di benak koruptor dominan, uang tak mengenal bangsa dan negara.
Dengan langkah ini, 2012 tak perlu lagi ada talkshow korupsi di televisi. Sehingga anak-anak kita akan bisa mendengar dan menonton propgram teve berbeda. Misalnya saja bagaimana meraih beasiswa dan tetap nasionalis seperti Muhammad Assad, penulis buku Notes From Qatar yang saya tulis kemarin, sebagaiman ini linknya http://edukasi.kompasiana.com/2012/08/17/sketsa-assad-menolak-ntu-best-seller-nfq/
Melalui solusi ini saya yakin hati kita semua menjadi bersih. Sama bersihnya jika kita memang mendapatkan hidayah puasa sebulan penuh selama Ramadan ini.
Dan sungguh, dari lubuk hati saya yang dalam, saya katakan, saya rela kita tutup buku isu korupsi. Mari kita mulai bangsa ini ke lembaran putih baru. Tanpa itu, energi anak bangsa ini akan terkuras hingga kapan-kapan. Apalagi seperti di kepolisian, di negeri ini tak akan pernah muncul yang namanya Elliot Ness bak di film The Untouchable. Sebab sudah terlalu banyak sosok cukong terindikasi mengijon di sana. Dan sosok seperti saya tak mungkin membabi-buta jadi Ness, bedil pun awak tak punya.
Selamat merayakan kemenangan memuliakan kesucian hati, memuliakan keinsanan. Selamat berlebaran.
catatan iwan piliang