Premium By
Raushan Design With
Shroff Templates
Suku Amungme
catatan Astrid Warouw
Awalnya di tahun 1996, orang-orang suku Dani, Moni, dan Damal
melakukan aksi penutupan tambang dalam suasana yang sangat mencekam
bagi para karyawan Freeport waktu itu.
Untuk Anda ketahui, pemilik hak ulayat wilayah tambang Freeport
adalah orang-orang suku Amungme yang mendiami wilayah disekitar
Grassberg, yaitu di desa-desa Banti, Tsinga, Aroanop dan sekitarnya.
Orang-orang suku Amungme sendiri tidak ikut serta dalam kerusuhan
tahun 1996, karena mereka telah memiliki hubungan baik dengan
Freeport, bahkan dari sejak awal, Freeport telah berhasil mengikat
orang-orang Amungme dengan sebuah perjanjian dimana suku Amungme
akan menjaga tambang, dan Freeport akan membangun rumah, sarana
pendidikan, dan kesehatan.
Karena kerusuhan tersebut, muncullah apa yang dinamakan sebagai Dana
1 persen, yakni dana untuk kegiatan pengembangan masyarakat yang
diserahkan kepada masyarakat sendiri, yang nilainya 1 persen dari
nilai seluruh penjualan Freeport.
Orang-orang lugu, diserahi uang milyaran rupiah, kekacauan lah yang
terjadi. Audit terhadap Dana 1 persen dari sejak 1996 sampai 2003
mendapat komentar paling buruk dari auditor independen.
Sejak 2003 sampai saat ini, Dana 1 persen ini dikelola oleh Lembaga
Pengembangan Masyarakat Amungme Kamoro, dan dalam audit terakhir
terhadap LPMAK ini oleh auditor eksternal menghasilkan komentar
terbaik.
Sebagai informasi bagi Anda, Kamoro adalah suku yang mendiami
wilayah pantai dan sekitar sungai dimana Freeport membuang tailing-
nya, jadi diikut sertakan dalam lembaga pengelola Dana 1 persen ini.
Seperti telah saya bahas dimuka bahwa pelaku kerusuhan 1996 itu
bukanlah suku Amungme dan Kamoro. Dan memang yang mendatangkan
resiko keamanan bagi Freeport bukanlah dua suku ini, maka alokasi
dana satu persen ini diatur supaya bisa 'memuaskan' suku-suku
perusuh tersebut.
Dana 1 persen ini dinyatakan sebagai milik masyarakat, dikelola
sepenuhnya oleh LSM milik masyarakat, tapi tentunya Freeport selalu
bisa meng-overrule keputusan masyarakat, sehingga muncullah
istilah "Freeport lepas kepala pegang ekor". Ini sangat bisa
dimengerti, kondisi sosial politik dan keamanan memaksa Freeport
melakukan hal ini.
Dana satu persen ini, sesuai dengan perjanjian antara Freeport
dengan masyarakat pada akhir kerusuhan 1996 dinyatakan akan berjalan
selama 10 tahun, berakhir tahun ini.
Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme (LEMASA) dan Lembaga Masyarakat
Adat Suku Kamoro (LEMASKO) tidak menginginkan diteruskannya Dana 1
persen ini. Mereka merasa diperalat untuk kepentingan keamanan
Freeport dan untuk memuaskan syahwat suku-suku perusuh tersebut.
Tokoh-tokoh adat Amungme malah mengeluh, sejak adanya Dana 1 persen
ini, Timika tidak pernah aman. Peperangan tidak pernah padam di
Kwamki Lama. Uang ini telah menjadi seperti kutukan buat mereka,
bukan membawa berkat.
Meskipun demikian, saya yakin bahwa Dana 1 persen ini pasti akan
berlanjut, dengan nama lain tentunya. Less sophisticated people can
always be manipulated by more sophisticated people.