Pagi tadi saya sedikit geli menerima pesan BBM dari teman di grup BBM eks teman-teman kuliah dulu. Begini bunyi pesannya : “Nis,
Ir, (menyebut nama teman saya dan saya) ini bener gak? Tanggal
27/02/2012 kita masuk bulan Muharram. Barangsiapa puasa 2 hari di awal
Muharram seakan ibadah 2 thn lamanya. Barangsiapa mengingatkan orang
lain ttg ini seakan ibadah 80 thn….Enak banget yaa… Ibadah yuukk…”
Saya membalas pesan itu sambil tertawa, sebab
bukankah Muharram sudah berlalu 3 bulan yang lalu? Tahun baru Islam
tepat 1 Muharram bertepatan pada tanggal 25 Nopember 2011 untuk kalender
Masehi. Jadi dari pesannya saja sudah keliru, belum lagi jika ditengok
isinya. Kalaupun benar berpuasa di awal Muharran pahalanya seakan ibadah
2 tahun, lalu yang cuma mengingatkan saja bisa mendapatkan pahala
setara 80 tahun, sama sekali tidak ballance bukan? Itu sebabnya sebelum memforward pesan itu, teman saya berusaha mengkonfirmasinya dan mencari “second opinion”.
Menurutnya ia pun menerima pesan itu dari grup BBM teman SMPnya, sedang
yang memposting temannya yang dia kurang dekat, sehingga segan untuk
menegur, takut tersinggung.
Akhir-akhir ini, memang sering beredar pesan
berantai yang disebar dan diteruskan melalui grup-grup BBM. Salah satu
contoh adalah pesan panjang berikut, yang sengaja tidak saya sebarkan :
1. doa seorang isteri yg taat memiliki kekuatan 70 wali.
2. isteri yg membuatkan minum suami tanpa diminta, pahalanya 3 x khatam Al Qur’an.
3. Masakan
isteri yg dilakukan scr sunah dan dimakan suami bserta keluarga
pahalanya semua untuk isteri dan do’a suami yg memakan masakannya
menjadi do’a yang diijabah.
4. isteri yg membangunkan suami utk shalat/ menyuruh shalat berjamaah dimasjid pahalanya 27+1.
5. Isteri yg kelelahan bangun malam krn anaknya minta susu sama dgn pahala 70 x haji mabrur.
6. Seorang ibu yg menyusui setiap tetes susunya senilai 2008 shalat khusu wal khudu dan doanya di ijabah’ (fadilah wanita).
7. burung di udara dan malaikat dilangit akan selalu memintakan ampunan kpda Allah selama isteri dlm keridhaan suami.
8. bila seorang suami pulang dengan gelisah dan isteri menghiburnya maka isteri mendapatkan 10 pahala jihad.
9. bila seorang wanita hamil shalatnya dua rakaat adalah lebih baik dari 80 rakaat shalat wanita yang tidak hamil.
10. bila seorang wanita hamil akan mendapatkan pahala 70 tahun shalat nafil dan 70 tahun puasa.
11. wanita yg
mencuci pakaian suami dan anak-anaknya akan mendapat 1000 kebaikan dan
akan diampuni kesalahannya, bahkan segala sesuatu yg disinari matahari
memintakan ampun baginya dan Allah SWT mengangkat derajatnya 1000
tingkat.
12. Wanita yang
menyusui anaknya, mk setiap tetesan air susu tersebut akan mendapatkan 1
pahala dan apabila cukup 2 tahun menyusui maka malaikat dilangit akan
mengabarkan berita bahwa SURGA WAJIB BAgINYA.
13. Apabila sorang wanita kedatangan haid maka haidnya akan menghapus dosa2nya.
14. apabila ia
membaca pd hr pertama haid “Alhamdulilahi ala kullu halin wa
astagfirullaha min kulli zambi” mk ALLAH akan membebaskannya dr jahanam,
shirat & adzab.
15. Setiap hr haidnya ALLAH tinggikan dia dng pahala 40 org mati syahid apabila ia berdzikir.
Mungkin tidak 100% dari 15 butir pesan itu salah,
seperti juga tidak 100% benar. Hanya saja, yang menyangkut tentang
pahala wanita hamil dan menyusui kemudian “dieksploitasi” oleh seorang
teman kantor saya yang – maaf – kebetulan dia baru beberapa bulan lalu
usai melahirkan anak hasil dari hubungan gelapnya dengan seorang pria
beristri. Inilah yang kemudian memicu perdebatan dengan salah seorang
teman kantor kami lainnya. Kebetulan karyawati itu meski sudah
dikeluarkan, dia tetap tergabung dalam grup BBM karyawan kantor kami.
Kutipan yang disebar lewat BBM itu seolah menjadikan pahala sebagai tujuan akhir dari suatu ibadah. Sehingga kemudian pahala ibarat “profit” yang harus dikejar atau jumlah pelanggan yang ditargetkan harus diperoleh oleh seorang marketer.
Seakan-akan keutamaan seseorang dimata Allah dihitung dari banyaknya
tabungan pahala. Karena itu kita kemudian tergiur melakukan amalan yang
konon katanya pahalanya dilipatgandakan sekian puluh kali lipat atau
dihargai setara dengan sekian tahun beribadah. Bahkan kemudian hitungan pahala itu menjadikan kita terlupa pada bagaimana kita menjaga keridhoan Allah.
Jika benar Allah melipat-gandakan pahala dari amalan-amalan sunnatullah
(alami), maka tentu Allah menjadi tidak adil dalam perspektif mereka
yang kebetulan tidak mengalaminya. Haid, hamil, melahirkan, menyusui
anak, merawat anak yang sakit, semua itu menjadi tugas alami yang akan
dijalani oleh wanita yang Allah beri kesempatan menjadi seorang ibu.
Lalu bagaimana dengan mereka yang karena takdir Allah tidak
berkesempatan menjadi ibu? Bukankah mereka merugi karena gagal
mendapatkan pelipatgandaan pahala? Kalau begitu Allah tidak adil pada
hambaNYA yang bahkan Allah sendiri mentakdirkannya tak punya anak?
Astaghfirullah.., tentu Allah jauh dari sifat-sifat semacam itu.
Kembali ke BBM teman saya di atas, salah satu teman
dengan sinis menyindir : “Lalu bagaimana dengan wanita yang hamilnya di
luar nikah? Bagaimana dengan wanita yang memiliki anak dari hasil
hubungan zinah?” Pertanyaan ini sangat tepat diajukan. Sebab jika pahala
adalah tujuan kita, maka untuk mencapai tujuan itu segala cara bisa
dihalalkan. Termasuk karena ingin menjadi ibu, seorang wanita boleh saja
hamil setelah melakukan hubungan dengan laki-laki yang bukan suaminya.
Na’udzubillah…! Tentu yang begini adalah pemikiran sesat.
Allah Maha Adil dan Maha Bijaksana. DIA lah
yangMaha Tahu apa yang ada di lubuk hati hambaNYA. IA pula yang menilai
niat dari seseorang. Dari dari niatnya itu pula Allah akan memberikan
pahala. Adalah rahasia Allah pula sebanyak apa pahala yang akan
diberikan. 1000 orang yang melakukan amalan yang sama persis, belum
tentu pahalanya sama, karena niatnya dan keikhlasannya pun bisa jadi
berbeda.
Adapun soal apakah nanti akan masuk surga atau
neraka, bukan semata-mata sekedar dihitung dari banyak-banyakan pahala
saja. Bagi ummat Islam, kita bisa masuk surga semata karena rahmat Allah dan syafa’at dari Rasulullah. Jika Allah tak merahmati kita, maka belum tentu kita bisa mencium bau surga.
Karena itu, menjaga diri agar ridho Allah tetap tercurah bagi kita dan
syafa’at dari Rasulullah bisa kita terima di ahari akhir, tentu lebih
penting ketimbang sibuk berhitung berapa pahala yang akan kita dapat.
Allah tentunya tak akan ridho jika kita melakukan
zinah. Jadi sangatlah naif jika memahami bahwa wanita hamil dan menyusui
otomatis pahalanya dihitung seperti sebuah rumusan deret ukur dalam
ilmu matematika. Allah juga tak akan ridho menerima amalan membangun
masjid dan menyantuni anak yatim, jika uang itu diperoleh dari jalan
kotor semisal merampok dan korupsi.
Sebaliknya, dengan berpayah-payah mengais rejeki
halal, kepanasan kehujanan, bahu berat memikul, kaki penuh luka menapaki
jalanan terjal, hanya demi beberapa lembar ribuan rupiah sekedar cukup
untuk makan sehari anak dan istri, Allah justru menjanjikan akan
menghapuskan dosa-dosa yang tak bisa hapus dengan amalan ibadah umumnya.
Orang yang berjuang seperti ini dan menjaga diri dari perbuatan haram,
asalkan dia ikhlas menjalaninya, lebih dijamin dihapuskan dosanya oleh
Allah, tanpa iming-iming pahala berlipat ganda.
Semoga kita tidak melakukan suatu amalan atau
ibadah hanya karena tergiur iming-iming pahala yang dijanjikan
dilipatgandakan. Sebab saya pernah membaca : siapa yang beribadah karena
mengharapkan imbalan pahala semata, maka itulah ibadahnya seorang
bermental budak. Sedangkan siapa yang beribadah hanya karena takut
neraka, maka itulah ibadahnya seorang bermental pesakitan.
Saya ingat lagu almarhum Chrisye yang judulnya “Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada”.
Apakah kita semua benar-benar tulus menyembah padaNYA?
Atau mungkin kita hanya takut pada neraka dan inginkan surga?
Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau sujud kepadaNYA?
Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau menyebut namaNYA?
Bisakah kita semua benar-benar sujud sepenuh hati,
Karena DIA memang pantas disembah, pantas dipuja.
Allahu a’lam!
catatan ira oemar freedom writers kompasianer