Kemaren saya nonton Metro TV, acara Suara Anda,
yang salah satunya menayangkan cuplikan sidang Nunun Nurbaeti yang
menghadirkan saksi Miranda Swaray Goeltom. Meski berulangkali dicecar
pertanyaan dari pengacara ibu Nunun, ibu Miranda tetap bersikukuh tak
terlalu mengenal dekat ibu Nunun dan tidak pernah minta dikenalkan pada
anggota DPR. Nunun jelas kecewa dengan penyangkalan Miranda. Ia pun
mendapat kesempatan untuk menanyai Miranda. Saat itulah saya melihat
kejanggalan yang menggelikan.
Nunun dengan tutur kata yang halus dan tempo bicara
yang lambat, kalem, mengingatkan Miranda bahwa mereka duu sebenarnya
sangat dekat. Nunun mencoba mengingatkan Miranda bahwa dulu dirinya
termasuk tamu istimewa yang diundang saat Miranda dilantik menjadi
Deputy Gubernur Bank Indonesia.
Sepenggal kalimat Nunun yang masih saya
ingat jelas : “Waktu itu Gubernurnya (Gubernur BI maksudnya) Pak
Burhanuddin Abdullah”, katanya. Nunun juga menyebut siapa saja yang
hadir dan dirinya berbincang dengan siapa. Selama mengingat-kan Miranda,
Nunun berkali-kali mengucapkan kata-kata “saya bersumpah” atau “demi
Allah”, sampai ia ditegur keras oleh Hakim Ketua.
Cukup mengherankan bagi saya, sebab Nunun
berulangkali mengaku dirinya menderita penyakit LUPA. Pernyataan sakit
“lupa” yang diderita Nunun ini diucapkan suaminya, pengacaranya, bahkan
dokternya yang belakangan diragukan otoritasnya untuk mengeluarkan
pernyataan medis menyangkut penyakit Nunun yang katanya Demensia yang mengarah pada Alzheimer.
Jadi, kalau siang tadi Nunun tiba-tiba punya ingatan tajam tentang
event-event dimana dirinya diundang oleh Miranda, kapan, siapa saja yang
hadir dan siapa Gubernur BI yang saat itu menjabat. Tiba-tiba sembuhkah
Nunun? Lari kemana penyakit demensia alzheimernya?
Seperti pernah saya tulis di sini
http://politik.kompasiana.com/2011/12/11/nunun-potret-nyata-negeri-orang-orang-pikun/
– gejala atau tanda-tanda kepikunan Alzheimer ini bermacam-macam.
Mulai
dari kemunduran memori/daya ingat, kesulitan berbicara dan menggunakan
bahasa, dis-orientasi WTO (waktu, tempat dan orang), sulit
berhitung, sulit melaksanakan kegiatan/ pekerjaan sederhana,
berpenampilan buruk, acak-acakan karena lupa cara berpakaian dan
berdandan, kemampuan imajinasinya terganggu, dll. Ini sama sekali tak
tercermin dalam diri Nunun yang selalu tampil serasi dalam persidangan,
kerudungnya di semat rapi dengan bross di kepala dan dalam bertutur kata
sangat lancar bahkan pilihan kata-katanya sangat teratur.
Rupanya, kebohongan memang butuh konsistensi.
Kalau dulu Nunun sudah terlanjur mengaku sakit “lupa” dan dia sendiri
setiap kali ditanya oleh penyidik KPK selalu menjawab “LUPA”, lalu kini
tiba-tiba mengingatkan banyak hal secara mendetail, tentunya aneh dan
sulit dipercaya.
Kendati apa yang dikatakan Nunun benar, misalnya, tapi
bisa saja Miranda membela diri dengan mengatakan ucapan Nunun tak bisa
dipercaya 100% karena ingatan seorang penderita demensia alzheimer bisa
saja kacau. Nah, kalau sudah begini, Nunun tinggal menuai “senjata makan nyonya”.
Nunun vs Miranda ini perseteruan mantan 2 sahabat sosialita. Gajah sama gajah berkelahi,
entah siapa yang jadi pelanduknya.Mari kita tonton bersama, siapa
diantara 2 nyonya sosialita ini yang akan memenangkan pertempuran. Yang
jelas, hikmah dari persidangan ini bisa menyembuhkan penyakit demensia
Nunun secara mendadak, tanpa teraphy yang berbiaya mahal.
Kalau begitu,
para koruptor yang masih menderita “sakit lupa”, mungkin persidangannya
dipercepat saja, siapa tahu sakit lupanya langsung sembuh. Tentu saja
dengan syarat lawannya harus sama kuat dan saling menjatuhkan. Agar
keduanya saling mengerahkan ingatan dan bukti-bukti detil untuk
menjatuhkan lawannya. Dengan begitu, sidang tipikor bisa sekaligus
menjerat 2 tersangka.
Selamat atas kesembuhan ibu Nunun!