Orang Indonesia suka “saweran”….! Saweran artinya sama saja dengan patungan atau secara beramai-ramai menanggung beban atas biaya yang harus dikeluarkan,umumnya untuk membeli sesuatu. Sekarang saweran sudah masuk ke ranah politik dan hukum. Awalnya di menjelang kejatuhan ORBA,pemerintah Soeharto pernah mengadakan saweran untuk mendukung agar krisis ekonomi waktu itu tidak berimbas parah ke Indonesia,yaitu rakyat diajak menyumbangkan apa saja ke negara yang waktu itu di koordinir oleh Menteri Sosial yang tak lain adalah putrinya Soeharto sendiri yang dikenal dengan panggilan mbak Tutut. Sampai sekarang pertanggung-jawabannya tidak jelas.
Di ranah hukum,saweran koin untuk Prita yang waktu itu sedang digugat oleh salah satu Rumah Sakit yang berada di daerah Serpong juga cukup sukses mengumpulkan pundi-2. Pernah ada publikasi jumlah yang diserahkan ke Prita tetapi entah apakah ada juga yang tidak bisa dipertanggung-jawaban karena begitu banyak orang yang waktu itu mengatas-namakan koin untuk Prita.
Sekarang di era KPK butuh gedung baru,masyarakat juga diajak untuk saweran “KOIN untuk KPK” . Tujuannya dipastikan sebenarnya bukan jumlah uang yang akan didapat,tetapi lebih kepada tekanan politik kepada pemerintah dan DPR RI yang dianggap “kurang peduli” dengan KPK. Kurang peduli dengan pembangunan gedung KPK dianggap sama saja dengan kurang peduli terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Itulah saweran politik…! Maksudnya saweran yang bermotif politis.
Gerakan-2 semacam itu sebenarnya bukan barang baru di dunia politik dan hukum. Rakyat negara-2 diluar Indonesia juga sering mengadakan kegiatan seperti itu untuk sebuah tujuan. Namun gerakan-2 itu harus akuntabel dan bisa dipercaya,sebab kalau tidak hanya akan dimanfaatkan oleh penipu yang memanfaatkan situasi yang ada.
Bahkan bisa saja terjadi,suatu ketika nanti untuk pengumpulan dana sebuah partai politik,maka akan dimunculkan skenario kasus besar yang mengguncang masyarakat dan mengharu-birukan perasaan rakyat agar nanti masyarakat mau memberikan sumbangan secara beramai-ramai,saweran untuk tujuan “menilep” uang rakyat hasil saweran. Bencana alam sering dipakai untuk membangkitkan semangat rakyat saweran untuk menyumbang korban bencana. Tetapi sampai sekarang rakyat tidak pernah mendapatkan laporan hasil audit independen atas sumbangan-2 tersebut yang disiarkan secara terus menerus seperti waktu awal bencana tersebut terjadi.
Inilah ironi dalam politik saweran koin yang sering dipertunjukkan kepada rakyat. Akuntabilitas yang minim dan tidak adanya audit independen yang disampaikan secara terbuka dan disiarkan sebagaimana mereka waktu “minta” akhirnya terlihat seolah saweran dari masyarakat ditilep oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Masyarakat harus semakin pintar untuk hal-hal seperti ini. Jangan mudah terpancing memberikan uang atau koin sebuah gerakan yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan.
catatan mania telo freedom writers kompasianer