Tak percaya dan tak setuju dengan pernyataan pada judul di atas? Mari kita buktikan!
Schapelle Leigh Corby, WN Ausralia,
terpidana penjara 20 tahun karena tertangkap tangan membawa 4,1 kg
maryuana di bandara Internasional Ngurah Rai, Denpasar, Bali.
Antasari Azhar, mantan jaksa yang kemudian
menjadi Ketua KPK periode ke-2, dipidana penjara 18 tahun karena tuduhan
mendalangi pembunuhan terhadap Nasruddin Zulkarnain, Direktur sebuah
BUMN.
Corby baru datang ke Indonesia, tak membawa
keuntungan apapun bagi Indonesia, justru membawa mariyuana, yang kalau
saja tak tertangkap tangan tentu sudah membawa kerusakan besar bagi
generasi muda Indonesia. Antasari dalam 1,5 tahun pertama masa
jabatannya telah membuat KPK “taring”nya ditakuti oleh para koruptor. Di
masanya banyak koruptor tertangkap meski itu berasal dari institusi
tempat Antasari dibesarkan : Kejaksaan. Contohnya Jaksa Urip Tri Gunawan
yang tertangkap tangan usai pulang membawa sekardus uang dari Arthalita
Suryani, yang diduga sebagai gratifikasi kasus salah seorang
konglomerat yang terlibat kasus BLBI. Tngkah polah tak pantas angota DPR
pun kut terungkap saat tertangkapnya Al Amin Nasution, politisi PPP
sekaligus anggota DPR RI.
Schapelle Leigh Corby mendapat grasi
berupa pengurangan masa hukuman selama 5 (lima) tahun, setelah
sebelumnya Presiden SBY pada peringatan Hari Internasional Melawan
Penyalahgunaan dan Peredaran Narkoba di Istana Negara, 29 Juni 2005
menyatakan grasi untuk jenis kejahatan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotik tidak akan pernah dikabulkan,
termasuk bagi Corby. Kata Presiden SBY : “Ini menunjukkan kita tidak
pernah memberi toleransi kepada jenis kejahatan ini.” (baca selengkapnya
di sini).
Jadi, kalau sekarang grasi untk Corby dikabulkan – dan tidak main-main :
5 tahun! – apakah ini juga bukti kita sangat toleran pada kejahatan
narkotika, Pak SBY?
Antasari Azhar dikriminalisasi dengan tuduhan yang
sangat keji dan sarat aroma rekayasa, di tengah slogan perang melawan
korupsi dan janji kampanye Presiden SBY untuk berdiri di garda terdepan
melawan korupsi dan menghunus pedangnya. Fakta persidangan yang saling
bertentangan – bukti peluru, pistol, kesaksian ahli forensik, jasad
korban yang sudah diacak-acak, dll – tak membuat Antasari tertolong.
Bahkan kesaksian persidangan di bawah sumpah dari terdakwa lain,
Williardy Wizard, diabaikan begitu saja. Pokoknya Antasari harus
bersalah. AA harus didakwa sebagai pembunuh berdarah dingin. Karena dia
telah “membunuh” beberapa koruptor!
Schapelle Leigh Corby mendapat grasi
dengan alasan “kemanusiaan”. How come? Bukankah dia divonis 20 tahun
kurungan badan saja? Kalau Corby divonis hukuman mati lalu Presiden
memberikan grasi dan mengubah hukumannya menjadi seumur hidup dengan
alasan kemanusiaan, tentu masih bisa dipahami. Tapi kini, Corby bisa
lebih cepat menghirup udara bebas, belum lagi kalau nanti ia masih
mendapat remisi hari Natal dan sebagainya. Padahal, baru beberapa bulan
lalu Menkumham mengeluarkan kebijakan pengetatan pemberian remisi, kini
Presiden merusaknya dengan memberikan grasi – sebuah hak prerogatif yang
diberikan kepada Presiden tentunya bukan untuk digunakan sesuka hati –
bagi seorang pengedar narkoba internasional. Selamat untuk jaringan
perdagangan narkoba internasional, salah satu “Ratu”nya mendapat grasi
di Indonesia!
Antasari Azhar, jangankan grasi, sekedar
mengajukan PK (Peninjauan Kembali) saja sudah ditolak! Ketika puluhan
terpidanan kasus korupsi di seluruh tanah air mendapat remisi saat HUT
RI, Idul Fitri, Natal, Antasari tetap saja tak berhak atas remisi. Para
koruptor dianggap berkelakuan baik, walau hanya ikut donor darah 1-2
kali atau menyumbang nasi box saat Pemilu, seperti Arthalita Suryani.
Betapa pun baiknya perilaku Antasari dan tak pernah minta yang
muluk-muluk, ia tetap tak mungkin diberi grasi. AA dianggap lebih buruk
daripada koruptor.
Antasari Azhar meminta diijinkan mendampingi
putrinya menikah sampai usai resepsi – dan tetap kembali ke LP setiap
usai acara – pun tak dikabulkan. Ia hanya dibolehkan keluar LP saat
siraman dan akad nikah saja. Apakah tak ada pertimbangan “kemanusiaan”
bagi seorang ayah yang ingin mendampingi putrinya duduk di pelaminan
menerima ucapan selamat dari kerabat? Apakah “kemanusiaan” hanya berlaku
bagi Corby semata? Meski Antasari Azhar pernah berbuat banyak untuk
pemberantasan korupsi di negeri ini?
Ternyata, memang dalam kacamata otoritas
penegakan hukum di negeri ini – termasuk Presiden yang menggenggam hak
prerogatif atas grasi – Schapelle Leigh Corby lebih mulia dari
pada Antasari Azhar. Karenanya menghuni penjara berlama-lama tak
manusiawi bagi Corby dan ia harus dibebaskan 5 tahun lebih cepat.
Sementara Antasari diijinkan keluar penjara 3 hari – meski hanya
beberapa jam dalam sehari – itu berlebihan, peduli amat menurut banyak
orang itu tak manusiawi. Semoga Pak Antasari Azhar bisa lebih tabah
dalam kesabarannya dan lebih sabar dalam ketabahannya. Sebab pemimpin
negeri ini lebih menghargai penjahat asing ketimbang warga negara
sendiri yang pernah berjasa bagi negaranya. Kelak, kebenaran pasti akan
terungkap.
CATATAN IRA OEMAR FREEDOM WRITERS KOMPASIANER