Dari mana memulai kebangkitan , , Mungkin jawaban terhadap pertanyaan yang sepintas terbaca seebagai sesuatu yang simple ini akan begitu banyak, begitu bervariasi, sebanyak rambut dikepala saja layaknya.
Ada yang mungkin yakin bahwa kita harus mulai dari membenahi pendidikan terlebih dahulu. bukankah kita hanya bisa bangkit apabila sistem pendidikan sudah memadai. Sudah bisa diandalkan untuk menciptakan kader bangsa yang mumpuni , , Tidak, yang lain bilang. Kita harus mulai dari membenahi sistem pangan terlebih dahulu. Bukankah perut yang lapar tidak mungkin diajak berkompromi ? Oh jangan begitu, sahut yang lain pula. Mungkin kita perlu membenahi birokrasi yang sudah amburadul nggak karuan.
Daripada menghabiskan energi dengan percuma merumuskan skala prioritas,
mungkin ada baiknya apabila kita tengok portret berikut ini :
mungkin ada baiknya apabila kita tengok portret berikut ini :
Di suatu kampung yang luas, ditengah-tengah rumah mewah yang berisi
orang-orang kaya, berdirilah suatu gubuk kecil, yang….aduhai mak,
sangat banyak anggota keluarganya, sehingga ada yang perlu tidur di
emperan. Tak pelak lagi : itu adalah rumah suatu keluarga (yang
sungguh) besar (tapi ) yang (sungguh) miskin. Amat sangat miskin.
orang-orang kaya, berdirilah suatu gubuk kecil, yang….aduhai mak,
sangat banyak anggota keluarganya, sehingga ada yang perlu tidur di
emperan. Tak pelak lagi : itu adalah rumah suatu keluarga (yang
sungguh) besar (tapi ) yang (sungguh) miskin. Amat sangat miskin.
Untuk menyambung hidup saja, hasil kebun ditambah hasil keringat anggota
keluarga yang mencari nafkah menjadi pembantu rumah tangga di
rumah-rumah orang mewah sekitar, masih belum cukup. Maka terpaksalah
keluarga tadi berhutang kiri berhutang kanan.
Anehnya keluarga-keluarga
mewah yang dimintai bantuan hutang samasekali tidak keberatan. Malah
mereka membuat panitia khusus terdiri atas beberapa keluarga mewah
lainnya dan berkumpul secara berkala untuk merumruskan berapa hutang
yang diperlukan keluarga miskin itu (oh ya, kepala keluarga miskin ini
bernama Mas Indonesia).
mewah yang dimintai bantuan hutang samasekali tidak keberatan. Malah
mereka membuat panitia khusus terdiri atas beberapa keluarga mewah
lainnya dan berkumpul secara berkala untuk merumruskan berapa hutang
yang diperlukan keluarga miskin itu (oh ya, kepala keluarga miskin ini
bernama Mas Indonesia).
Keluarga Mas Indonesia bukannya tidak punya anak cerdas. banyak
anak-anak cerdas mereka yang sempat sekolah di rumah-rumah orang kaya.
Menjadi pintar. Tapi tidak mau pulang. Mereka lebih memilih terus
tinggal bersama orang-orang kaya tinimbang pulang ke rumah. Tapi itu
untuk mereka yang memang berhasil keluar rumah. Bagi yang tidak mampu
ke luar rumah, karena biaya memang kurang, ya terpaksa belajar di rumah
saja. Saling belajar dari anggota keluarga yang kebetulan sudah pintar.
anak-anak cerdas mereka yang sempat sekolah di rumah-rumah orang kaya.
Menjadi pintar. Tapi tidak mau pulang. Mereka lebih memilih terus
tinggal bersama orang-orang kaya tinimbang pulang ke rumah. Tapi itu
untuk mereka yang memang berhasil keluar rumah. Bagi yang tidak mampu
ke luar rumah, karena biaya memang kurang, ya terpaksa belajar di rumah
saja. Saling belajar dari anggota keluarga yang kebetulan sudah pintar.
Tidak pula semua anak Mas Indonesia baik-baik. Banyak juga yang jahat.
Jadi maling misalnya. Mencuri uang saudaranya. Menipu ayahnya. Memeras
ibu kandung sendiri misalnya. Ada yang memang sudah sempat di"setrap"
karena kenakalannya itu. Tapi banyak pula yang kabur, sambil membawa
uang jarahannya. Dan tidak mau kembali. Mendingan numpang di
rumah-rumah orang kaya, kata mereka.
Jadi maling misalnya. Mencuri uang saudaranya. Menipu ayahnya. Memeras
ibu kandung sendiri misalnya. Ada yang memang sudah sempat di"setrap"
karena kenakalannya itu. Tapi banyak pula yang kabur, sambil membawa
uang jarahannya. Dan tidak mau kembali. Mendingan numpang di
rumah-rumah orang kaya, kata mereka.
Mas Indonesia pusing tujuh keliling. bagaimana aku menambal atap
rumahku yang mulai bolong-bolong ,, Bagaimana menopang beranda yang
mulai doyong karena mengandalkan tiang yang sudah lapuk ,, Uang nyaris
habis. Hutang memang terus ada. Tapi, kenapa kok habis begitu saja ,,
rumahku yang mulai bolong-bolong ,, Bagaimana menopang beranda yang
mulai doyong karena mengandalkan tiang yang sudah lapuk ,, Uang nyaris
habis. Hutang memang terus ada. Tapi, kenapa kok habis begitu saja ,,
catatan arifin abubakar the indonesian freedom writers