Rasanya revolusi sosial di Indonesia rasanya sudah semakin dekat saja kalau seandainya para Politisi dan Pemerintah tidak memperbaiki sikap dalam mengelola demokrasi yang baik dan benar . Tanda-2 masyarakat sudah mulai kehilangan kepercayaan kepada politisi dan Pemerintah sebenarnya bisa terlihat dari hasil survei terakhir yang dilakukan oleh LSI dan CSIS yang boleh dikatakan sebagai cermin ketidak-puasan publik terhadap akumulasi masalah yang terjadi di negeri ini.
Perilaku masyarakat dalam kehidupan sosialnya pun mengalami perubahan secara significan selama 13 tahun terakhir ini,dari kehidupan sosial yang masih toleran terhadap satu sama lain menjadi kehidupan sosial yang individual dan egoistis serta mudah sekali tersinggung / marah .
Realita kehidupan sosial yang demikian bisa dilihat dan dirasakan bila kita berada di jalan raya, satu sama lain sudah tidak peduli lagi diantara para pengendara kendaraan bermotor. Kerusuhan demi kerusuhan yang terjadi di berbagai daerah dan bahkan di Lembaga Pemasyarakatan/Lapas membuktikan bahwa adanya emosi yang menggelegak di masyarakat kita yang tidak tersalurkan dan tidak lagi bisa dikontrol oleh pemimpin masyarakat yang ada.
Korupsi berjamaah yang dilakukan oleh politisi dan pejabat Pemerintah serta para penegak hukum di negeri ini menjadi penyebab utama masyarakat kehilangan kepercayaan kepemimpinan negeri ini. Kasus-2 yang membelenggu Pemerintahan SBY-Boediono disinyalir sebagai penyebab kasus-2 korupsi kelas kakap yang dilakukan oleh para kroni rezim SBY tidak bisa dibongkar dan para tersangkanya lepas atau dihukum terlalu ringan dan bahkan “terlindungi” tanpa tindak lanjut yang jelas.
Peran media dan tokoh-2 masyarakat secara khusus pemimpin umat yang menuduh adanya kebohongan-2 dari Pemerintahan ini membuat rakyat juga semakin kehilangan kepercayaan. Semakin setiap kasus di “blow-up” maka kepercayaan masyarakat semakin terkikis dan kemungkinan ke titik nadir sudah semakin dekat saja.
Kalau masih ada optimisme di kalangan politikus tertentu bahwa hasil survei,dsb adalah hal yang biasa,dimana bisa turun tetapi pada saatnya nanti juga bisa naik di kemudian hari. Namun mereka lupa,bahwa banyaknya kasus yang belum terselesaikan dan terus menerus masalah semakin meningkat karena tidak adanya solusi atas masalah-2 yang terjadi sebelumnya akan menjadikan kinerja Pemerintahan ini semakin menurun. Tudingan ketidak-jujuran para politisi dan pejabat Pemerintah dalam mengelola masalah atau kasus-2 yang timbul membuktikan bahwa masyarakat kehilangan kepercayaan.
Oleh karena itu,solusi yang tepat untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap politisi dan Pemerintah agar tidak terjadi revolusi sosial yang dahsyat serta menyelamatkan demokrasi pasca Reformasi,harus ada tindakan nyata dari Majelis Pemusyawaratan Rakyat atau MPR untuk mengadakan Sidang Istimewa mengganti DPR dan Pemerintahan yang sekarang dengan PEMILU yang dipercepat. Ongkos politik ini akan lebih murah katimbang nantinya rakyat melakukan Revolusi Sosial atau di tahun 2014 terjadi kerusuhan politik yang lebih dahsyat.
Sayangnya himbauan ini yang pernah disampaikan beberapa kali ke MPR ditolak mentah-2 dan mereka menganggap mekanisme Pemilu 5 tahunan adalah merupakan penyelesaian terbaik untuk sebuah demokrasi. Mereka melupakan bahwa hasil survei dan fakta serta realita yang terjadi di masyarakat sudah menunjukkan ketidak-percayaan rakyat terhadap Pemerintahan ini.
Penggantian Pemerintahan di tengah jalan dengan tatanan demokrasi masih saja dianggap tabu,padahal itu sudah merupakan tugas MPR. Yang mengherankan adalah mereka masih saja menganggap penurunan pemerintahan oleh rakyat melalui sebuah demo besar-2an seperti di era Soeharto lengser dianggap sebagai “suara rakyat” . Pertanyaan yang mendasar adalah MPR jadinya mewakili siapa?
Solusi ini supaya kiranya menjadi renungan bagi anggota MPR,mau cuman jual tampang selama 5 tahun sampai 2014 dan dicatat sebagai pemimpin yang buruk atau berani mengatasi “bakal” hancurnya demokrasi di 2014 nanti?
Wallahualam……
catatan mania telo freedom writers kompasianer