jadi kepala daerah bukanlah pekerjaan gampang dan untuk seremonial saja, resmikan ini itu.. lalu menguras apbd untuk hal2 yang sia2.. disini bisa dimaksudkan pembangunan yang berasal dari dana apbd tersebut tidak memihak rakyat. pemimpin musti dituntut berfikir menembus awan dan frontal dalam membuat terobos2an yang implikasinya demi kemajuan kita bersama. dari dulu saya lihat, rakyat hanya berjuang sendiri2 dalam menghidupi ekonominya,,terobosan dalam bidang ekonomi sangat jauh dari harapan masyarakat kota pariaman. membangun jalan2 dan kantor2 pemerintahan yang megah itu bukan prestasi namanya, meskipun sangat diperlukan dalam sarana penunjang aktifitas pemerintahan.
gebrakan2 frontal
yang positif dalam mengangkat taraf hidup masyarakat belum kelihatan sama sekali, berobat masih mahal, program2 yang mereka canangkan membingungkan masyarakat dalam setiap pengurusan dibirokrasi. belum lagi biaya sekolah dan pendidikan yang nantinya akan mencetak sdm2 unggul.. alasannya? terlalu klasik.. apbd tak sanggup mengakomodasi semua tuntutan rakyat.. lalu apa gunanya jadi pemimpin jika hanya mengandalkan apbd untuk membangun kota ini.. jika hanya mengharapkan apbd dan pad , siapapun pantas menjabat walikota! termasuk anda dan saya.........
disinilah dituntut seorang figur pemimpin yang visioner, inovatif dan punya basic yang kuat dalam teori ekonomi praktis ,,dan mengerti hukum pasar ,sehingga dapat menelurkan suatu terobosan2 radikal yang tentunya berdampak positif bagi rakyatnya. begitu juga dengan sektor lainya yg selalu jadi sorotan publik. yaitu praktik KKN yang sama dengan pembusukan dalam tatanan negara yang menganut paham demokrasi berdaulat. jika hal ini tak diberantas sama juga bohong jadinya... tentu hanya sebagian atau segelintir orang yang merasakan dampaknya. lalu sistem birokrasi yang dipermudah serta pelayanan yang humanis, sehingga masyarakat senang berurusan dengan hal2 yang menyangkut pelayanan publik. jika muka masam dan menganggap remeh dengan muka tanpa senyum siapapun akan enggan berurusan dengan mereka. makanya sering saya lihat masih banyak orang dikampung2 yang belum memiliki Kartu Keluarga. ketika ditanya.. selain biayanya mahal yang tak sesuai perda ada macam2 biaya adm2 lainnya yang tak pernah ada dalam PERDA terpaksa mereka urus karena memang ini syarat mutlak untuk pembuatan ktp dan masuk sekolah bagi anak2nya... ini mesti di FORMAT ulang bagi siapa saja yang mendapat amanah rakyat nantinya memimpin kota ini kedepan.
makanya tak jarang masyarakat disini meminta bantuan agar segala urusan surat menyuratnya diperlancar .. tentunya not free.. disinilah ladang bagi oknum2 birokrasi nakal,, yang kalau boleh kita pinjam istilah JOKOWI "pegawai seperti ini akan saya injak".
dalam berkampanye saja misal para balon,, mereka dengan sangat lincahnya bermain kata seolah2 lidahnya sudah punya "softwere".. kalau saya dipercayakan tahun sekian akan anu anu.. jika diamanahkan tidak akan ada lagi masyarakat yang anu anu..... pada kenyataan mereka terpilih?? nol besar.. bahkan pecah kongsi pula..! lapangan pekerjaan yang dijanjikan untuk 5000 orang mana?? berjnji semua orang pintar.. apalagi bicara," kemekah baliak ari" ,namun bagi seorang yang dirinya ksatria "PANTANG BAGINYA UNTUK TIDAK MENEPATI JANJI JANJI YANG PERNAH IA LONTARKAN !" APALAGI DIDEPAN PUBLIK DAN MASIH DI INGAT ORANG SAMPAI SAAT INI!
catatan oyong liza piliang