Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

opini nasrul sidik : diharapkan sp3 untuk mukhlis rahman

27 April 2012 | 27.4.12 WIB Last Updated 2012-05-04T15:42:51Z

Kaget, itulah sepatah kata yang tepat untuk mengekspresikan keterkejutan saya saat membaca berita koran Padang Ekspress (22-3-2012) tentang LBH Padang minta Muchlis Rachman Wali Kota Pariaman agar dicekal. LBH Padang mendesak aparat hukum mengajukan surat cekal terhadap Muchlis.

Kenapa saya kaget? Pertama, inilah untuk pertama kali saya tahu ada LBH mendesak aparat hukum agar mencekal seorang tersangka kasus korupsi. Selama ini saya mengenal LBH bergiat dalam hal memberikan bantuan hukum bagi orang-orang yang tak mampu yang ditimpa masalah hukum, orang-orang yang tak mampu dari segi hukum ataupun miskin dari segi materi.

Kedua, dalam berita itu  LBH Padang mengatakan Muchlis kan sudah jadi tersangka dalam kasus korupsi. Jangan sampai penegak hukum, termasuk jaksa nanti kecele. Pernyataan Koordinator Pembaharuan Hukum dan Peradilan LBH Padang itu terkesan sedang memberikan bantuan hukum kepada penegak hukum khususnya jaksa berupa “nasehat” agar nanti tidak kecele atau kecolongan. Boleh – boleh saja LBH Padang memberi “nasehat” seperti itu tapi tak lazim, tak perlu dan mubazir. Terkesan seperti mengajar tentara berbaris.

Ketiga, cekal terhadap Muchlis Rahman Wali Kota Pariaman menurut LBH Padang itu perlu sebagai langkah antisipasi melarikan diri atau menghilangkan barang bukti. Melarikan diri kemana? Istilah yang dipakai LBH Padang adalah “cekal”, maksudnya tentu lari ke luar negeri. LBH Padang tampaknya kurang mengenal bagaimana pribadi Muchlis dalam kehidupan sehari-hari. Yang terbayang dipikiran LBH Padang, Muchlis Rahman itu seorang kaya raya yang punya akses dan relasi di luar negeri. Sehingga mudah saja bagi dia pergi ke luar negeri. Padahal, Muchlis jauh dari pribadi seperti itu. Dia , kalau menurut penilaian saya dari jauh adalah tipe pribadi yang kalau terancam bahaya lebih suka memilih lari ke kampungnya dan bersembunyi di rumah ibunya.
Tentang kekhawatiran terjadinya upaya menghilangkan barang bukti, jelas tak ada relevansinya dengan cekal. Dan lagi, barang bukti apalagi yang akan dihilangkan tersangka. Toh, kasusnya soal pembelian tanah untuk lokasi pembangunan sarana olah raga. Barang buktinya tentu sudah ada di tangan penyidik. Barang bukti/berupa tanah yang sudah dibeli sudah jelas ada. Kuitansi tanda jual beli sudah ada, bahkan mungkin ada akta jual beli di depan notaris. Maka kalau barang bukti sudah cukup dan jaksa telah melimpahkan ke pengadilan, ya, kita tunggu saja sidang pengadilannnya.

Satu hal yang jadi pertanyaan saya adalah mengapa LBH Padang kok tega sampai hati benar minta Muchlis Rahman dicekal. Adakah indikasi atau tanda-tanda yang memperlihatkan dia ingin melarikan diri ke luar negeri yang tentu saja harus meninggalkan tugasnya sebagai wali kota yang sedang disandangnya. Rasanya tak ada alasan untuk meminta agar Muchlis dicekal. Apalagi dia cukup koperatif menjalani pemeriksaan oleh penyidik.

Bagaimanapun juga, kita seharusnya patut dapat merasakan galaunya suasana batin yang cemas dan takut yang dialami Muchlis bersama keluarganya saat ini. Pasti terbayang dipikirannya bagaimana nasib yang akan menimpanya sebagai tersangka , masuk bui berpisah dari keluarga, isteri dan anak-anak. Kalau sampai dia jadi terdakwa, maka nasibnya sepenuhnya berada di tangan majelis hakim.  Begitulah yang berlaku di pengadilan dunia.
Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) dibentuk seolah-olah sengaja untuk memvonis bersalah setiap tersangka korupsi. Bila ada hakim tipikor yang berani memvonis bebas untuk tersangka, maka hakim itu akan dihujat ramai-ramai dengan tuduhan macam-macam. Begitulah yang pernah terjadi ketika Pengadilan Tipikor Bandung memvonis bebas Wali Kota Bekasi terdakwa korupsi beberapa waktu waktu yang lalu. Bagi tersangka korupsi pengadilan Tipikor adalah momok yang sangat mengerikan!

Dengan alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang saya ungkapkan di atas maka saya menyesalkan LBH Padang yang minta Muchlis dicekal. Sampai saat ini jangankan sudah divonis bersalah oleh pengadilan, berkas perkaranya pun belum mampu dilimpahkan kepengadilan. Malah berkas perkaranya sudah tiga kali bolak balik antara Kepolisian dan Kejaksaan tersebab berkas itu belum lengkap dan perlu disempurnakan oleh penyidik Kepolisian.

Sekarang perkara dugaan korupsi itu sudah diambil alih oleh Kejaksaan. Maka kini tugas Kejaksaanlah untuk menyempurnakan berkas perkara itu, agar secepatnya perkara itu dilimpahkan ke Pengadilan. Jika ternyata pihak penyidik Kejaksaan tak mampu melengkapi, umpamanya karena nyatanya memang tidak ada tambahan barang bukti, jangan dipaksakan. Segera saja nyatakan P3. Perkara itu dihentikan.
Putusan P3 itu lebih baik ketimbang berlarut-larut tanpa kepastian. Kejaksaan tak perlu malu dituduh macam-macam, sebab P3 itu memang dibolehkan oleh Hukum.

Saya sendiri, beda dengan LBH Padang dan Gerakan Lawan Mafia Hukum Sumbar, sangat berharap kiranya yang terjadi dalam kasus perkara ini adalah P3. Alasan saya, Muchlis pamong yang baik. Buktinya, dia mampu meraih suara mayoritas warga Pariaman dalam Pilkada Pariaman. Selama ini dia tak pernah terdengar berbuat yang aneh-aneh dan melanggar hukum baik selaku wali kota yang masih disandangnya sampai sekarang ataupun sebagai pribadi seorang Muchlis.

opini : nasrul sidik (wartawan senior)
×
Berita Terbaru Update