Kisah panjang Jasmin (45) "Raja Bacan" dari Pariaman hingga sukses seperti sekarang ini tidak lah mudah. Jalan panjang, keras dan berliku dia tempuh demi sebuah cita-cita ingin menjadi pengusaha batu akik yang sukses.
Amin menceritakan, di tahun 1990 awal dia merantau ke Jakarta tidak punya uang sepeserpun. Dia naik bus hanya modal nekad. Di perjalanan dia ditendang oleh kernet bus karena tidak mampu bayar ongkos.
"Saya mau ke Jakarta, mau ke Jakarta, mohon saya pada waktu itu pada stokarnya (kernet bus). Meski ditendang saya tetap berpegangan pada tiang. Akhirnya saya kalah kuat dari dia dan disepak turun di Muaro Bungo," kata Amin mengenang masa lalunya, di rumahnya di Desa Rawang, Pariaman Tengah, Kota Pariaman (8/3).
Kemudian, tanpa jera Amin kembali stop mobil berikutnya. Kali ini dia naik mobil PMTOH tambangan Medan-Jakarta yang melintas.
"Kali ini saya berdiri di tengah agar tidak mudah ditendang ke bawah. Kejadiannya serupa, saya diusir turun tapi saya tidak mau. Karena kerasnya hati saya, sopirnya yang orang batak iba melihat saya. Dia izinkan saya menumpang, bahkan di kasih makan selama di perjalanan," kata Amin kembali.
Singkat cerita. Kisah sedih dan getir berbuah manis karena tekad bulatnya. Amin mengenal Pulau Bacan dari lima buah peta yang dia beli untuk mencari batu bacan langsung di pusat penambangannya.
"Tidak mudah kala itu menemukan Pulau Bacan. Tidak ada yang kenal dimana letaknya. Dari lima buah peta yang saya beli, hanya satu yang ada tertera Pulau Bacan. Dari situlah saya tahu dan akhirnya berangkat ke Pulau Bacan, terus ke Pulau Kasiruta dan menembus pusat penambangan di Desa Palamea dan Desa Doko. Untuk mengabdikan perjalanan saya itu, anak saya yang sekarang berusia 9 tahun saya namai Palamea Kasurita," imbuh Amin.
Membawa bongkahan (rough) Batu Bacan dari pusat penambangan ke Jakarta bukan perkara mudah, apalagi jumlahnya berton-ton. Amin, yang dikenal berakal panjang tak kehilangan akal.
"Saya membawa batu bacan sebanyak 1 Ton menggunakan kapal perang milik TNI AL. Sampainya di Jakarta tiga bulan karena kapal singgah-singgah. Itu di tahun 2010 dimana aturan membawa bahan tambang sudah mulai diperketat," ringkas Amin.
Amin yang selama ini tertutup kepada wartawan, khususnya media-media yang ingin mewawancarainya di Jakarta terbuka kepada kami dengan sebuah pertimbangan.
"Alasannya di sini kampung saya, dan medianya media kampung kita. Kalau mau lihat 5000 butir bacan yang sudah diasah yang sekarang harga perbutirnya kisaran 10 sampai dengan 20 juta, akan saya perlihatkan (kepada Pariamantoday.com dan Harian Singgalang). Kalau mau lihat deposit 1 ton bahan bacan yang saya tanam di suatu lokasi juga akan saya perlihatkan dengan syarat lokasi dan tempat penyimpanannya jangan di publikasikan," kata Amin yang kekayaannya ditaksir lebih kurang Rp 300 Milyar ini menjanjikan.
Baca juga kisah Jasmin, "Raja Bacan" dari Piaman
Oyong Liza Piliang