3 bad boys pemancing illegal yang tiap menjelang magrib mengendap endap berlindung dalam keremangan sore mencari celah agar bisa memancing tanpa bayar segala ikan mas, ikan nila dan segala ikan lainnya yang begitu capek diurus abang saya dengan segala tenaga dengan mengeluarkan duit yang juga tidak sedikit. Ipung dan gerombolannya biasanya sa'i ( berlari lari kecil antara 2 bukit di Mekah ) bila melihat Abang ipar saya muncul dari kejauhan. Dan mereka akan sprint ( berlari secepat Carl Lewis ) jika dipergoki secara tiba tiba. Biasanya mereka melakukan aksi dengan 3 teman lainnya seperti rombongan si Berat yang bersiap menyatroni brankas sebuah bank.
Tapi hari Minggu itu, Ipung yang berwajah bulat with his gang nampak seperti sedang melakukan gencatan senjata dengan Bang Jamal. Bang Jamal yang sering diteriaki oleh mereka sambil ngibrit ketakutan sebagai" Pak Jamal gila" hari itu entah kenapa adem adem saja berpergokan dengan bocah cilikitu. Dan rombongan Ipungpun seperti gerombolan santri yang sopan di hadapan pengasuh pesantren paling beken se Jawa. Saya menyaksikan dengan takjub mukjizat ini dengan mata kepala sendiri. Ipung yang berkaos kuning dengan tenangnya melemparkan kail pancing dan lucunya di antara para pemancing dewasa, rombongan bocah cilik itu yang paling banyak mendapatkan ikan. Kantong plastik berisi air mereka siapkan. Tidak lama sehabis saya memotret mereka beberapa ikan nila ukuran lumayan mereka tarik dengan entengnya. Sementara para pemancing pro cuma melongo di seberang sana.
Saya tidak yakin jika Ipung membayar fee ke Bang Jamal. Seharusnya ikan itu ditimbang dan dihargakan Rp 20.000 perkilogram.Tapi jumlah uang segitu tentu adalah sebuah kemustahilan.Sebab jika punya duit 5000 perak saja saya yakin sudah merasa kaya ini rombongan bocah kampung. Saya tanya Ipung, tinggalnya dimana dan ikannya buat apa. " saya tinggal disono noh.."tunjuk dia kearah perkampungan multi kumuh tidak jauh dari jalan setapak yang bersisian dengan pembuangan sampah.
Rombongan anak anak seperti Ipung selalu membuat saya ketawa ketawa. Mereka sekolah entah di sd mana. Bandel mereka adalah sesuatu yang natural. Menyolong ikan adalah sebuah permainan yang asik sambil sekalian membantu dapur emak.
Mereka adalah Tom Sawyer langka di belantara keriuhan suasana bisng kota. Saya potret sosok mereka sambil merasa begitu iri. Jika saya bisa lahir kembali alangkah enaknya menjadi Ipung walaupun jauh dari Playstation dan Xbox, tapi memiliki pertualangan menarik memancing secara sembunyi sembunyi dari seorang pemilik pemancingan super galak bernama Haji Jamal. Sebab ikan yang didapat Ipung dengan susah payah tentunya lebih terasa lezat dari pada ikan mahal yang bisa dibeli di segala pasar. Anak anak Indonesia dengan pertulangan kecilmu oi berapa beruntungnya.
SUNTAMI DI PATAS AC
Bis patas AC jurusan Senen-Ciledug adalah sebuah bantuan pernapasan dengan oksigen segar untuk paru paru penumpang bis umum di Jakarta tang terbiasa gerah dan berdebu. Selain harganyanya yang cuma Rp 6000 sekali naik, amat murah dibandingkan dengan tarif taksi dengan tarif bawah sekalipun. Dia antara penumpang itu saya kenal dengan anak kecil bernama Suntami dari ibunya yang berniat mengunjungi rumah mertua di bilangan Kreo ( yes, kreo adalah nama wilayah di Jakarta Selatan, bukan di Itali )
Umur Tami baru satu setengah tahun. Matanya kecil tidak seperti mata ibunya yang bulat. Kulit Tamipun lebih bright dari kulit ibunya yang legam lantaran terbiasa dibakar matahari Jakarta yang jahat. Tami anak tunggal. Bapak Tami bekerja sebagai supir pribadi seorang pengusaha kaya. Ibu Tami tinggal dirumah saja mengurusi anak sejak pabrik konveksinya tutup lantaran krisis global yang bermula dari Amerika. Selain itu dia juga kini punya waktu untuk suami dan anak, kata dia sambil cengengesan malu ketika dia mengaku masih tinggal sama orang tua di kawasan Tanjung Priuk. Saat memotret Tami, dia memandang saya seperti sedang mengintrograsi laki laki yang mungkin dianggapnya aneh ini. Penumpang weird yang sibuk menjeprat jepret setiap aksi di dalam sebuah bis patas AC jurusan Ciledug.
Saya mendoakan Tami agar punya masa depan yang lebih gemilang. Semoga rejeki keluarganya banyak. Semoga di kedepan, Indonesia mampu melahirkan pemimpin yang pandai menyelam ke bawah. Mampu menaikan tingkat pendapatan keluarga Tami. Semoga sekolah juga bertambah murah untuk generasi di masa depan yang pasti akan datang. Anak anak Indonesia cantik mungil seperti Tami jangan digadaikan hak haknya oleh para pengurus negara ini.
TOPENG MONYET PLAZA SEMANGGI
Anak kecil itu usia SMP. Saya pergoki ketika jalan kaki dari Benhil ke Plaza Semanggi. Tepat di trotoar depan Univesitas Atmajaya yang terkenal dengan siswa yang memiliki orang tua berduit. Anak kecil dengan usia sekecil itu dituntut keadaaan untuk mencari uang dengan bermodal seekor monyet dan sound system rombengan. Wajah dia murung dan saya tidak sampai hati untuk menanyakan namanya. Bisnis dia adalah hiburan. Berusaha untuk menarik pejalan kaki lima untuk menyedekahkan uang sekedarnya dengan tingkah monyet kecilnya yang mengenakan topeng hasil dari potongan boneka . Ironisnya saya tidak mendapatkan kelucuan di tingkah sang anak.
Monyet itupun tidak lucu lantaran kelihatan telalu capai berjalan kesana kemari. Yang seharusnya menari diiringi lagu dangdung sang monyet kadang cuma berlari kanan kiri sambil sesekali membanting sang topeng untuk dibentak oleh sang anak SMP agar mengenakan itu topeng kembali. Saya tidak begitu yakin kalau ini anak bersekolah. Tampangnya lebih gelap dari mendung. Satu dua anak kuliahan lewat tanpa menoleh barang sedikit. Gelas plastik tempat yang seharusnya orang menaruh duit cuma seperempat penuh itupun penuh oleh uang recehan 500 perakan.
Saya masukan derma kali ini saya tidak berdoa tapi saya menyumpah serapah entah kepada siapa. Mungkin serapah saya untuk para mahasiwa elit pelit yang tidak mau mengeluarkan duit. Mungkin untuk semua pengunjung sok elit yang menenteng barang belanjaan bermerek di plaza Semanggi. Mungkin untuk orang orang yang makan fast food dan berlagak borjuis di muka pintu mall. Mungkin untuk semua partai kontestant pemilu yang menghamburkan sekian milyar rupiah cuma untuk slogan slogan omong kosong dan bendera bendera ukuran raksasa dari partai yang didominasi manusia berjiwa kerdil. Mungkin untuk salah urus negara ini yang menutup dua mata dari nasib anak anak Indonesia seperti anak pemilik topeng monyet di dekat Plaza Semanggi.
Catatan HaBe